Latest News

Sunday, 26 May 2019

KETIKA AMBULANS MENJADI SENJATA PERANG


 

KETIKA AMBULANS MENJADI SENJATA PERANG

Pernah nonton film The Kingdom ?

Ini film tentang peran Wahabi dalam pergerakan terorisme Internasional, tapi lokasinya di pangkalan militer AS di Riyadh, Arab Saudi.

Awal film itu menarik. Awalnya dua orang Saudi militan menembaki para pekerja AS di pangkalan militer itu.

Ketika situasi panik, ada seorang militan lagi berbaju polisi menyuruh para korban untuk mendekat kepadanya supaya aman dan ketika korban sudah mendekat tiba-tiba "Blarrrrr !!" bom bunuh diri dari militan itu meledak menambah korban jiwa.

Dan yang tambah menarik, ketika situasi terasa aman, datanglah banyak orang mendekat ke lokasi bom bunuh diri itu. Tidak berapa lama "Blarrr !!" sebuah ledakan maha dahsyat meledak di pusat lokasi. Korban jiwa bertambah lagi.

Dari mana asal ledakan itu ? Sesudah diselidiki, ternyata titik utama ledakan berasal dari ambulans yang berada di lokasi. Ambulans memang kendaraan yang paling aman untuk masuk ke dalam lokasi karena "berbaju kemanusiaan". Meski akhirnya kita paham, bahwa ambulans juga bisa berfungsi sebagai senjata perang.

Dari peristiwa 22 Mei, akhirnya mata kita kembali terbuka bahwa musuh bisa berbentuk apa saja, bisa juga berbaju kemanusiaan.

Belum selesai masalah ambulans yang isinya batu untuk menyerang polisi dari partai Gerindra, muncul video dari CCTV sebuah ambulans berfungsi sebagai pengangkut perusuh sekaligus sebagai kendaraan pembagi honor buat mereka.

Dan baru saja dapat kabar lagi, polisi menyita sebuah ambulans yang didalamnya berisi panah sampai bambu runcing. Ambulans sudah beralih fungsi sekarang, bukan lagi menjadi bagian dari kemanusiaan, tetapi menjadi sebuah senjata perang.

Dari apa yang terjadi di Suriah, kita juga melihat peran sebuah organisasi berbaju kemanusiaan bernama White Helmets, yang ternyata adalah senjata propaganda pihak pemberontak. Mereka dengan mudah masuk ke lokasi perang dan memberitakan banyak hal yang menguntungkan pemberontak dan menyudutkan pemerintah yang sah.

Sejak awal, berdasarkan apa yang terjadi di Suriah, saya sudah mengingatkan untuk hati-hati terhadap organisasi berbaju kemanusiaan yang mendadak ada disekitar lokasi demonstrasi. Saya mempertanyakan, untuk apa sebuah organisasi kemanusiaan untuk bencana alam berada di lokasi demonstrasi dengan bahasa mitigasi atau persiapan bencana ? Bencana apa dalam sebuah demonstrasi ?

Dan akhirnya topeng-topeng pun terbuka...

Dompet dhuafa ( dhuafa berarti org miskin ) yang awalnya bertujuan untuk membantu orang miskin, tiba-tiba ada di lokasi demonstrasi dan melaporkan kerusakan mobil bantuan mereka. Untuk apa organisasi bantuan untuk orang miskin ada di lokasi demonstrasi ?

Siapa yang mereka salahkan ? Ya, polisi. Mereka sama sekali tidak membahas tentang provokator kerusuhan yang sudah membakar kantor polisi.

Kemudian Mer-C yang dipimpin JoseRizal, tiba-tiba juga membahas proyektil peluru yang katanya ia temukan di lokasi kerusuhan. Urusan apa Mer-C disana selain menjadi mesin propaganda lawan politik Jokowi ?

Sejak kasus bantuan dari organisasi yang sama IHR pimpinan Bachtiar Nasir yang ternyata tertangkap basah memasok logistik pada teroris di Aleppo dan propaganda yang dilakukan White Helmets, saya sekali lagi mengingatkan "Hati-hati" dengan organisasi berbaju kemanusiaan swasta atau NGO disekitar kita.

Mereka sangat mungkin menjadi senjata proganda untuk menciptakan kerusuhan yang lebih luas sekaligus menarik donasi lebih besar atas nama kemanusiaan untuk kepentingan politik mereka. Peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi seharusnya menjadi alarm keras yang terus mengingatkan kita.

Seharusnya menjadi SOP dalam setiap penanganan demonstrasi apalagi yang berbau politik bahwa organisasi berbaju kemanusiaan dilarang mendekati lokasi. Mereka terindikasi menjadi alat politik bagi yang berkepentingan, alih-alih berbicara kemanusiaan secara netral.

Audit dana-dana mereka dan wajibkan lapor ke publik secara transparan. Meskipun mereka swasta, tapi harus tetap berada dibawah badan pemerintah yang sah untuk mengontrol tindakan mereka.

Yang paling penting dari itu, sesudah kita melihat busuknya topeng politik mereka yang tersembunyi di baju kemanusiaan, adalah jangan lagi menyumbang untuk mereka. Jangan sampai niat memberi bantuan malah menjadi senjata perang yang membunuh diri kita.

Pengalaman seharusnya mengajarkan banyak hal, karena Tuhan memberikan pelajaran pada manusia dengan berbagai bentuk peristiwa.

Seruput kopinya.. ☕☕☕

Denny Siregar


Melengkapi artikel bang Aruan di atas, soal Ambulans.

MAJALAH TEMPO-LAPORAN UTAMA
AMBULANS PENYUPLAI AMUNISI

Polisi menengarai ada massa bayaran untuk membuat kerusuhan dalam unjuk rasa 22 Mei. Sebagian dikerahkan dari luar Jakarta.

Edisi : 26 Mei 2019

TANPA tenaga dan peralatan medis, Obby Nugraha berangkat membawa ambulans milik Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Tasikmalaya ke Jakarta setelah mendapat instruksi dari Dewan Pimpinan Daerah Gerindra Jawa Barat. Petugas administrasi merangkap kebersihan di kantor Gerindra Tasikmalaya itu pergi ditemani Yayan, sopir; dan Wakil Sekretaris Gerindra Tasikmalaya Iskandar. “Katanya, ambulans ini buat keperluan medis untuk aksi 22 Mei,” ujar Obby kepada Tempo di Kepolisian Daerah Metro Jaya, 24 Mei lalu.

Bertolak pada pukul delapan malam, Selasa, 21 Mei lalu, ambulans berpelat B-9686-PCF itu tiba pukul tiga dinihari keesokan harinya di kantor Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi di Jalan H.O.S. Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat. Setelah mengangkut dua penumpang baru asal Riau, Hendrik Syamrosa dan Surya Gemara Cibro, ambulans meluncur ke arah Jalan Fachruddin, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Pada jam itu, bentrokan telah bergeser dari kantor Badan Pengawas Pemilu di Jalan M.H. Thamrin ke kawasan Tanah Abang. Tapi massa masih menyerang polisi dengan batu, bom molotov, dan pe-tasan. Polisi menghalau dengan menembakkan gas air mata, lalu menyisir sejumlah lokasi. Di depan Hotel Millennium, polisi menemukan ambulans yang ditumpangi Obby. Rupanya, mobil itu mengangkut tumpukan batu.

Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, menengarai batu di dalam ambulans tersebut untuk menyuplai para perusuh guna menyerang petugas. “Selain itu, ditemukan uang Rp 1,2 juta,” kata Argo. Walhasil, kelima penumpang, termasuk Obby, dibo-yong ke Polda. Menurut juru bicara Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal, polisi juga menemukan beberapa amplop lain berisi uang sejumlah Rp 6 juta yang ditengarai sangu buat perusuh.

Obby menyangkal di mobilnya ada batu. Ia mengatakan hanya berjaga-jaga jika ada yang membutuhkan pertolongan medis. “Saya enggak tahu. Di belakang cuma ada brankar,” ujarnya. Adapun uang Rp 1,2 juta adalah ongkos operasional selama di Jakarta.

Daihatsu Blind Van yang ditumpangi Obby ternyata terdaftar atas nama PT Arsari Pratama. Aryo Djodjohadikusumo, kemenakan Prabowo Subianto, tercatat sebagai komisaris perusahaan tersebut sejak 2008. Surat tanda nomor kendaraan itu kedaluwarsa sejak 25 Februari 2018.


Ambulans berlogo Partai Gerindra lainnya juga menyuplai makanan kepada para pedemo. Pantauan Tempo pada Rabu, 22 Mei, sekitar pukul 22.30, salah satu ambulans tersebut terparkir di sekitar Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat. Di dalamnya ada ratusan tempat makan berbahan Styrofoam. Makanan itu dibagikan kepada pengunjuk rasa yang sedang duduk-duduk di ruas jalan tersebut ketika sebagian besar demonstran bentrok dengan polisi.

Direktur PT Arsari Pratama, Daniel Poluan, mengatakan perusahaannya tak terkait dengan peristiwa 22 Mei. Menurut dia, PT Arsari hanya menyumbangkan ambulans kepada organisasi bernama Kesehatan Indonesia Raya (Kesira) demi keperluan medis. “Intinya, PT Arsari membeli aset dan dipinjampakaikan ke Kesira. Kesira mendistribusikan ke DPC-DPC untuk program pelayanan kesehatan,” ujar Da-niel.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah ada ambulans partainya yang digunakan untuk mengangkut “amunisi” bagi perusuh. Ia mengklaim semua ambulans Gerindra hanya digunakan untuk membantu korban. “Saya kira tidak ada, ya,” katanya.

Bala bantuan juga datang dari kelompok Gerakan Reformis Islam atau Garis, yang dipimpin Chep Hernawan, pendukung Prabowo asal Cianjur, Jawa Barat. Polisi menangkap sopir dan kernet ambulans berlogo Garis. Disita dari sekitar gedung Bawaslu, mobil itu rupanya mengangkut busur panah, bambu runcing, dan duit. Menurut polisi, duit dan senjata itu dibagi-bagikan pengendara ambulans kepada demonstran.

Chep Hernawan mengakui kelompoknya mengirimkan dua ambulans dengan delapan tenaga medis ke lokasi demonstrasi. Tapi dia membantah info bahwa kelompoknya terlibat dalam kerusuhan 22 Mei. “Saya sendiri hadir di Jakarta untuk memantau, tapi tidak terlibat aksi,” ujarnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan duit dan senjata sengaja disimpan di ambulans untuk mengelabui barikade polisi agar bisa dibawa masuk ke tengah demonstrasi. Salah satu ambulans, menurut Dedi, bahkan dipakai untuk mengangkut perusuh. “Setelah berhasil masuk, mereka langsung memprovokasi massa,” katanya.

Menurut Dedi, berdasarkan keterangan para perusuh yang ditangkap, mereka dibayar dengan angka yang berbeda-beda. Koordinator lapangan dibayar Rp 2-6 juta. “Makin banyak orang yang dibawa, makin besar bayarannya,” ujarnya. Sedangkan massa biasa per orang dibayar Rp 250-300 ribu.

Dedi mengatakan massa bayaran di antaranya kelompok preman dari sekitar Tanah Abang. Tapi ada juga perusuh dari luar Jakarta. Dari 183 perusuh yang ditangkap di kawasan Slipi, Jakarta Barat, sebanyak 41 orang berasal dari Banten. Lalu ada yang dari Jawa Barat (27 orang), Jawa tengah (13), dan Sumatera (11).

Di antara perusuh, ada juga yang me-nyerang polisi karena termakan informasi sesat setelah menonton sebuah video yang viral di media sosial. Dalam video itu, anggota Brigade Mobil diduga menembaki sebuah masjid di Tanah Abang ketika sedang mengejar pedemo. Sapto Putra Permana, 22 tahun, yang tersulut setelah menonton video itu, memutuskan turun ke jalan dan melawan polisi tanpa mengecek kebenarannya. “Saya enggak terima kalau agama saya diusik,” ujar pria asal Radio Dalam, Jakarta Selatan, itu.

Malangnya, ia tertembak peluru karet saat bentrok dengan polisi di kawasan Tanah Abang. Peluru mengenai kaki kirinya dan menyebabkan dia mesti dirawat di Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Jakarta.

Selain di media sosial, provokasi terhadap warga terjadi di lapangan. Dharma, penghuni Wisma Brimob di Jalan K.S. Tubun, Petamburan, Jakarta Barat, menceritakan awal kerusuhan yang berujung pada pembakaran sejumlah mobil di asrama tersebut oleh perusuh pada Rabu menjelang subuh.

Massa yang dipukul mundur oleh polisi dari Bawaslu membanjiri jalan di sekitar Petamburan pada pukul 02.00. Saat itu, kata Dharma, massa mulai membakar ban di jalan, lalu mendorong-dorong gerbang besi wisma. Massa juga meneriakkan kata-kata tak senonoh kepada penghuni asrama. “Warga ditantangi keluar. Tapi kita enggak mau keluar,” ujar anak polisi tersebut.

Tiba-tiba, seseorang dengan pengeras suara dari arah sebuah masjid di Jalan Petamburan III, tak jauh dari asrama Brimob, memprovokasi massa. “Dia teriak, ‘Kampung kita diserang! Allahu Akbar!’” kata Dharma. Setelah itu, massa kian beringas. Kerusuhan pun membesar. “Ya udah, kejadian....”

DEVY ERNIS, PRAMONO, RAYMUNDUS RIKANG, AJI NUGROHO, BUDIARTI UTAMI, NOFIKA DIAN (MADIUN), EKO WIDIANTO (MALANG), YUSUF MANURUNG

No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post