[ANALISIS LEBIH MENDALAM BANJIR JAKARTA]
Utas ini dibuat untuk menjabarkan analisis secara lebih mendalam terkait banjir Jakarta. Mungkin akan agak panjang seperti twitnya digembok e-nya 3. Semoga bisa diliat sama Pak @aniesbaswedan , Pak @ridwankamil , bahkan Pak @jokowi
Utas ini dibuat untuk menjabarkan analisis secara lebih mendalam terkait banjir Jakarta. Mungkin akan agak panjang seperti twitnya digembok e-nya 3. Semoga bisa diliat sama Pak @aniesbaswedan , Pak @ridwankamil , bahkan Pak @jokowi
Banjir pada floodplain adalah hal yg sangat normal jika sungai mengalami debit tinggi. Tetapi banjir Jakarta itu sendiri ada dua jenis:
banjir "kiriman" dan banjir "lokal"
Apa beda keduanya?
Secara sederhana: makin banyak yg terserap (infiltrasi), berarti makin dikit yg ngalir di permukaan (run-off). Kawasan hulu adalah kawasan dgn efektivitas penyerapan yang sangat tinggi. Tapi bagaimana kondisi hulu sistem sungai di Jakarta?
Pada bagian ini, masalah alih fungsi lahan di hulu dan reforestasinya, merupakan ranah tanggung jawab orang-orang di Bogor dan Jawa Barat. Aku colek Kang @ridwankamil
Hujan di hulu sistem sungai Jakarta secara kontinyu 7 jam, rata2 menghasilkan air sebanyak 17x Stadion GBK. Waktu tempuh dari Katulampa ke Manggarai rata-rata 12 jam. Makanya kalau air di Katulampa naik tinggi, orang di tepi Ciliwung di Jkt harusnya dah siap
Nah tetapi, banjir kiriman ini sebenernya cuma melanda daerah-daerah floodplain/riparian zone dari sungai. Analisis BPPT bilang bahwa banjir kiriman cuma 30% dari banjir yg ada di Jakarta. Berarti banjir sisanya? Banjir "lokal".
Sebenernya ku mau sedikit menyinggung Pak @aniesbaswedan yg bilang "Selama di selatan tidak ada pengendalian, apapun yg mau kita kerjakan di pesisir/Jakarta tidak bisa mengendalikan air" --> ini juga ngga sepenuhnya tepat
Soal ini jg Pak @aniesbaswedan g sepenuhnya salah kok. TAPI Efektivitas penyerapan akan lebih tinggi PD HUTAN DI HULU. Di hilir, muka air tanah dangkal, jadi efektivitasnya rendah. Hilir lebih baik drain air makin cepat ke laut.
Nah ini yang sebenernya jadi masalah Jakarta. 70% banjir Jakarta adalah banjir lokal. Mengapa bisa terjadi banjir lokal?
Faktor penyebab: curah hujan tinggi, drainase/comberan buruk, land subsidence sehingga air terperangkap dan gak ngalir dgn mudah
Skrg kita punya air banyak, air jatuh ke tanah, ngalir ke comberan/drainase. Bagaimana drainase kita? Ternyata tidak semua dlm kondisi prima. Bnyk yg tersumbat sampah, dangkal oleh sedimen. Akibatnya? Kapasitas penyimpanan berkurang drastis. Luber? Pasti.
Mulai disini Pak @aniesbaswedan punya responsibiliti besar. Anggaran dan program harus diarahkan betul untuk ngebenerin operasi dan pemeliharaan comberan/drainase dan kali/sungai. Sampah dan sedimen HARUS dikeruk rutin. Jgn cuma reaktif gara2 banjir gede doang.
Masalah ini, Pak @aniesbaswedan jg responsibel bgt. Utk daerah2 land subsidence, POMPA SGT MEMEGANG PERANAN. Operasi dan kuantitas pompa hrs bener2 diperhatikan. Jgn sampe telat dan kurang kyk kemarin. Pompa di muara jg harus selalu ready u/ mompa air ke laut.
Banjir di banyak lokasi di Jakarta kemarin, terutama di daerah2 land subsidence, disinyalir karena pompa ngga ready dgn cepat. Bahkan kemarin (tgl 2 jan) kami investigasi ke lapangan, menemukan beberapa pompa vital yg gak operasional.
Nah, Pak @aniesbaswedan harus aware betul masalah pompa ini. Harus paham betul bahwa pompa memegang peranan yang sangat vital pada banyak titik genangan di Jakarta. Ketika hujan sudah turun cukup banyak, sebelum air genang, pompa bahkan udah harus operasi.
Cth perubahan iklim scr nyata adalah curah hujan harian di Halim terekam 377 mm. Ini melebihi prediksi kurva Gumbel curah hujan harian 1.000 tahun di situ yg cuma mencapai 208 mm.
Jadi, ku mau blg jg bahwa nga sepenuhnya krisis iklim, ada peran dari stakeholder dan pimpinan terkait. Kita sudah lihat ada beberap faktor pendorong tadi.
Sistem pompa yg poweful dan interconnected adalah solusi cepat saat ini untuk menangani banjir Jkt saat ini. Pak @aniesbaswedan hrs paham fungsinya apa: untuk buang air dari cekungan2 dan untuk buang air ke laut ketika pasang.
Lalu mana yg lebih efektif? Jawabannya tergantung. Normalisasi adalah solusi jangka pendek hingga menengah Jakarta. Bisa dilakukan tanpa melalui banyak prasyarat. Naturalisasi perlu beberapa prasyarat sebelum boleh dilakukan.
Prasyarat naturalisasi:
- Sistem IPA dan drainase di tingkat lingkungan permukiman sudah andal, jadi air ngalir ke sungai dah bagus
- Tanah floodplain dibebaskan. Apakah siap u/ bebaskan/relokasi?
Singapur sukses krn IPA dan drainase sdh bagus.
Jadi, naturalisasi ya cuma akan efektif di beberapa segmen tertentu yg masih alami dan mampu dibayar oleh Pemda DKI. Normalisasi masih pegang peranan besar untuk memperbesar kapasitas aliran dan kemampuan ngalir.
Terkait Pak @aniesbaswedan yg sangat yakin air masuk ke tanah dan tidak ke laut, saya akan paparkan beberapa hal.
Efektivitas penyerapan air akan lebih tinggi kalau tanah tidak jenuh dan muka air tanah jauh dari permukaan.
Dimana tempat yg efektivitas penyerapannya tinggi? Yaitu hulu yang masih hutan. Hulu yg dah gak hutan ngga menyerap air dgn baik. Knp hulu mudah menyerap air? Muka air tanahnya jauh dari permukaan shg tanah tidak cepat jenuh air.
Gimana dgn infiltrasi di hilir? Efektivitas ngga terlalu tinggi. Apalagi ketika hujan, akan lebih cepat jenuh, karena air tanah dangkal. Kalo bikin biopori di hilir, ketika banjir, malah airnya keluar dari tanah karena tanah sudah jenuh air.
Di hulu, lebih baik dimasukkan ke tanah, karena efektivitasnya lebih tinggi JIKA MASIH BERUPA HUTAN. Jadi, Kang @ridwankamil dan Bupati Bogor punten pisan tolong dijaga hulu sistem sungai Jakarta.
Di hilir, karena efektivitas serapan air lebih rendah, air lebih baik segera di-drain ke laut. Normalisasi aliran sungai, sistem pompa, dan beberapa infrastruktur lain akan sgt membantu untuk hal ini. Gitu Pak @aniesbaswedan
Pendeketan solusional utk mengatasi banjir Jakarta hrs integratif dr hulu ke hilir. Untuk masalah di hulu, punten Kang @ridwankamil dan Bupati Bogor hrs kerja keras mengembalikan hulu DAS jadi hutan lagi. Sikat semua pelanggar aturan tata guna lahan.
Bendungan di hulu utk regulate air masuk Jakarta dan kolam2 retensi jg hrs diperbanyak. 80% reservoir di Ciliwung-Cisadane dlm kondisi rusak. Ini tugas bersama Pemda @ridwankamil & Pemerintah Pusat @jokowi. Bendungan sdg dibangun di Ciawi & Sukamahi.
Prinsipnya, di hulu harus sesedikit mungkin air jadi run-off ke hilir. Either dimasukin ke tanah, atau ditampung di kolam retensi/situ/danau atau di bendungan.
cc Kang @ridwankamil dan Pak @jokowi
Nah kalau di hilir, baru nih gawean Pak @aniesbaswedan dan Pak @jokowi . Prinsip utama di hilir adalah air harus cepat di-drain ke laut supaya ngga menggenangi permukaan yang flat di hilir.
Nah Pak @aniesbaswedan , untuk WLP bisa diconsider bt soalnya manfaatnya ga cm utk reduksi banjir aja. Jgn cm krn ini dibangun di pesisir, seakan2 anti sama semua yg berbau reklamasi. Padahal ini ngga reklamasi2 amat. Pdhl bagus n ga trlalu mahal.
Untuk menangani problem lintas wilayah dan sektoral, Pak @jokowi bisa keluarkan semacam Perpres 15/2018, tapi untuk Ciliwung, sehingga bisa dibentuk Satgas Khusus yg melibatkan semua stakeholder dan TNI-Polri. Ini powerful banget untuk penegakan aturan.
Perlu dibuat segera omnibus law yang menangani pengelolaan risiko bencana banjir Jakarta, terutama dalam pengelolaan kelembagaan, penegakan tata ruang, dan pembiayaannya.
Peraturan terkait pengadaan lahan jg harus, karena ini sensitif.
Pengadaan lahan sering terhambat karena pemerintah gaboleh bayar ganti rugi kpd masyarakat yg menduduki tanah dgn itikad baik (u/ tinggal) tanpa alas hak. Problem ini yg sering menghambat normalisasi (dan tentu, naturalisasi juga nantinya)
Perlu juga dipikirkan terkait mekanisme relokasi warga dgn melibatkan peran aktif masyarakat dan swasta/pengembang, utk mewujudkan win-win solution. Jgn antipati dgn pelibatan swasta, Pak @aniesbaswedan . Asal aturan ditegakkan, pasti adil dan semua menang.
Jangan terlalu reaktif dan fokus pd aftermath bencana. Kita hrs siap juga dgn kemungkinan bencana di masa depan. EWS sngt diperlukan, Jakarta blm punya EWS yg sophisticated. Salah satu fungsi: buat ngasih tau warga untuk mindahin mobil biar ga kelelep.
Pemanfaatan RADAR harus dikombinasikan dgn pengukuran otomatis telemetri pos hujan agar didapatkan EWS yg mantap. Masalahnya lagi, blm semua pos hujan sudah otomatis-telemetri. Ini dulu mungkin bisa dibenerin. Pemda DKI bisa kerja sama dgn BMKG @aniesbaswedan
Bagi kita rakyat jelata, beberapa bs kita lakukan:
- jgn buang sampah sembarangan -> bikin comberan ga bisa nampung air
- bayar pajak -> biar pemerintah punya duit u/ bangun infra
- jgn apatis -> kritik pemerintah sgt perlu! tp hrs membangun
Maaf kelewat, tapi ini penting banget. Karena selama ini banyak dari kita membelakangi air, budaya ini hrs diubah baik oleh pemerintah dan masyarakat. Ruang untuk air juga jgn dilanggar: sungai dipepet, situ/danau/rawa ditimbun. Manusia kdg kurang ajar.
Kl bukan kita, siapa lg yg harus mencintai Jakarta sbg tempat kita tinggal? Coba sayangi Jkt dgn ga buang sampah sembarangan, bayar pajak, ga makan ruang air, dan jgn apatis. Demokrasi butuh kontrol ketat dari rakyat agar pemerintah berjalan dgn baik, demi rakyat.
Kepada seluruh kolega di kantor saya (sebutin gak yah nama kantornya? wkwk), terutama Mas Ifan sang modeller banjir, tim NCICD (@chaikalam dkk), dan segenap atasan yg memberikan banyak ilmu baru.
Terima kasih pd Bu @elisa_jkt yg sdh mengingatkan soal ini. Saya sgt setuju dgn konsep zero run-off, namun kita hrs selalu ingat bahwa setiap solusi selalu memiliki limitasi/constraint. Berikut akan saya paparkan beberapa constraint.
Konsep zero run-off pd dasarnya sgt baik, karena ngurangin aliran permukaan msk sistem drainase. Tapi ada beberapa faktor yang membatasinya. Sbnrnya ini bersinggungan dgn twit sblmnya soal sistem infiltrasi: terkait efektivitas infiltrasi di hulu dan di hilir.
Namun, konsep ini ternyata punya limitasi geologis yg cukup besar di Jakarta. Kenapa? Lihat:
1. Jakarta disusun kebanyakan dr batuan lempung (permeabilitas dan porositas buruk)
2. Jakarta bkn daerah imbuhan air tanah
Credit to: @peterparkser & @dev_pradipta
Apa konsekuensinya?
1. Krn permeabilitas & porositas lempung ga bagus, maka air nyerap lebih lambat
2. Scr alami, Jakarta memang bkn daerah imbuhan -> tanah cepat jenuh kl ada hujan besar, kalau jenuh tanah susah nyerap air
Batasan tsb yg membuat solusi zero run-off di hilir kurang optimal. Sy setuju banget kalau di hulu: bikin hutan, infiltration/recharge well, ditambah hulu Jakarta batuannya bagus untuk nyerap air.
Sebagai catatan, kalau mau dilaksanakan, sebenernya ngga masalah juga. Malah bagus. Tapi jgn cuma bersandar pd solusi tunggal. Ingat, air limpasannya kan masuk comberan/drainase. Nah saluran2 drainase ini yg perlu ada normalisasi dan OP yg baik.
Intisarinya, saya sih melihat, semakin bnyk solusi, makin bagus utk Jakarta. Tp harus lihat betul, solusi itu cocok apa ngga. Tidak ada yg namanya solusi tunggal. Tidak ada yg namanya solusi satu-satunya.
Demikian Bu, mohon tanggapan @elisa_jkt
Thanks
Menanggapi pertanyaan dari Mbak @FiraKarinsha soal WLP, saya coba jelaskan konsep dari WLP ini. Perlu ditekankan, ini bukan promosi, namun menjelaskan konsep yang ada.
Mohon tambahan juga dari rekan2 @chaikalam apabila saya ada kekurangan.
Namun perlu ditekankan Mbak @FiraKarinsha, ini bukan solusi satu-satunya. Ini solusi yg high-considered. Kita punya bnyk solusi e.g. naturalisasi yg dikemukakan Pak Muslim Muin, normalisasi yg dikemukakan Menteri PUPR. Jadi tugas kita brsama u/ menjahit solusinya.
https://threadreaderapp.com/thread/1213026494072729600.html
No comments:
Post a Comment