Latest News

Tuesday, 9 June 2020

PENCUCIAN UANG


Mungkin anda tahu kasus TPPI yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 37 triliun. Itu kasus era SBY. Namun di era Jokowi dana negara bisa diselamatkan sebesar Rp.32 triliun. Mengapa ? Atas dasar UU Pencucian uang, Polri berhasil melakukan gerakan cepat memblokir rekening bank para pihak yang terlibat. Polri menyita Rp 32 triliun  dari beberapa rekening tersangka yang diblokir. Selain itu, ada pula rekening lain yang mendapat keuntungan sekitar Rp 140 miliar. Termasuk menyita kilang minyak di Tuban senilai Rp 600 miliar. Begitu juga kasus Jiwasraya yang merugikan negara sebesar Rp. 13,5 Triliun. Pihak kejaksaan dapat bergerak cepat dengan menyita asset tersangka mencapai Rp. 17 triliun. Itupun  menggunakan operasi aksi anti pencucian uang.

Menurut PBB, pencucian uang dari hasil tindak kejahatan itu mencapai USD 800 miliar sampai dengan USD 2 triliun per tahun. Jadi memang raksasa sekali nilainya, yang 2 kali PDB negara kita dan 4 kali dari PDB Arab  Saudi. Dana sebanyak itu ditempatkan dalam berbagai portfolio investasi. Dari rekening bank, reksadana, saham, deposito, sampai kepada property. Aksi pencucian uang inilah yang membuat ketimpangan perekonomian dan membuat likuiditas tidak lancar pada sektor real.

“ Dari mana uang money laundry itu. “ Tanya teman waktu kami diskusi dalam satu kesempatan.

“ Pasti berasal dari tindak kejahatan. Misal, uang suap, korupsi. Transaksi ilegal seperti penipuan MLM. Komisi haram dari jual beli izin konsesi bisnis berskala triliunan seperti illegal mining, illegal fishing, illegal logging. Pengadaan barang pemerintah lewat skema in kind loan. Penggelapan pajak lewat skema transfer pricing. Uang lendir dari prostitusi dan narkoba. Dan masih banyak lagi. Jadi disebut pencucian uang karena para pelakunya berusaha menyembunyikan asal usul uang.”

“ Gimana caranya mereka menyembunyikan asal usul uang itu ?

“ Ya pertama, mereka berusaha menempatkan uang itu ke dalam sistem perbankan. Biasanya menggunakan proxy dalam transaksi jual beli barang atau saham perusahaan tertutup. Dengan begitu uang akan mengalir ke dalam rekening bank. Ini disebut dengan tekhnis placement. Kedua, setelah dana berada di bank , mereka akan masuk ke bursa membeli saham atau membeli reksadana atau beli emas atau beli property atau obligasi. Ini disebut dengan operasi layering. Ketiga, setelah uang berubah ujud jadi asset, maka asset itu dijadikan collateral utang ke bank atau lembaga keuangan untuk membiayai proyek yang dilegitimasi negara. Ini disebut dengan integration. Kalau sampai tahap integration sudah sulit untuk melacak asal usul uang. Namun masih tetap beresiko terlacak. Nah agar lebih aman, biasanya utang itu sengaja dibuat  gagal bayar agar collateral disita oleh kreditur. Sehingga kalaupun terlacak, sudah sulit disita negara. Karena yang jadi korban adalah kreditur. Sementara debitur sudah pindahkan uangnya ke luar negeri melalui rekening SPC”

“ Tentu proses dari placement, layering, dan integration itu sangat rumit ya. Melibatkan pihak perbankan, lawyer, notaris dan akuntan. Agar semua nampak legal dan clean. “ Kata teman saya.

“ Benar sekali. Operasi pencucian uang itu bisa terlaksana karena moral dari petugas yang berada di garda terdepan lemah atau mudah dipengaruhi. Makanya ongkos proses penempatan dana sampai integrasi itu memang mahal sekali. Kadang 15% habis untuk biaya ini itu termasuk fee“

“ Apa tindakan pemerintah untuk mengantisipasi operasi pencucian uang ini ?

“ Sebetulnya sudah ada the Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes in the area of the automatic exchange of information. Dengan forum dunia ini memungkinkan negara yang ingin terlibat dalam panangkalan aksi pencucian uang dapat bergabung. Nah Indonesia, di era Jokowi, udah bergabung dalam forum ini. Jadi PPATK bisa menggunakan akses ke negara anggota untuk melacak keberadaan uang yang dicurigai berasal dari kejahatan”

“ Loh katanya Jokowi berjanji akan mencairkan dana Rp 11000 triliun dari uang orang Indonesia yang ada di Swiss “

“ Ya benar. Itu sedang berproses. “

“ Kenapa sampai sekarang belum bisa cair ?

“ Kan Perjanjian Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance Treaty antara Indonesia dan SWISS baru ditandatangani bulan agustus 2019. Itu butuh waktu dan proses yang rumit. Karena posisi uang itu sudah terintegrasi. Maklum pembiaran terjadi sejak era Soeharto sampai ke SBY. Engga mudah sampai bisa ditarik kedalam negeri. Kita walau sudah ada UU Pencucian uang namun belum ada UU Pembuktian Terbalik. Jadi sangat sulit memaksa pelaku untuk menyerahkan diri. Apalagi upaya hukum kepada mereka yang dicurigai sangat sulit. Kan sebagian mereka juga adalah elite politik yang terhubung dengan Orba, dan mereka juga sangat dekat dengan ormas Islam.”

“ Jadi apa upaya Jokowi untuk menghadapi mereka yang dicurigai itu agar uang rakyat sebesar Rp. 11000 triliun itu bisa kembali ke negara ?

“ Saat sekarang melalui Mutual Legal Assistance Treaty, memungkinkan negara bisa blok uang yang dicurigai. Walau memang negara belum bisa ambil namun orang yang dicurigai itu jelas engga bisa pakai uang. Jadi sama dengan kodok hidup hidup di masukan kedala baskom berisi air sambil direbus.  Walau kodok itu tahu cara keluar dari baskom namun dia tidak pernah bisa mencapai bibir baskom, dan sementara air semakin lama semakin panas. Hanya satu cara kodok bebas. Menyerahkan diri atau mati. Itulah kini yang terjadi pada mereka yang dicurigai pemilik dana haram.”

“Makanya mereka yang dicurigai itu secara tidak langsung berada dibalik pembenci Jokowi dan inginkan Jokowi jatuh sebelum tahun 2024. Karena mereka butuh dana untuk Pemilu 2024. Ternyata semua karena bisnis. Politik hanya kuda tunggangan saja”
[https://politikandalan.blogspot.com/2020/06/pencucian-uang.html]

---------------------------

Asal tau...                                                                            •                                                                                                                                                                              SOEHARTO yang pernah berkuasa selama tiga dekade di Indonesia menempati urutan pertama dalam daftar pemimpin politik terkorup di dunia. Tidak tanggung-tanggung, daftar pemimpin politik terkorup yang nama resminya adalah Prakarsa Penemuan Kembali Kekayaan Yang Dicuri (Stolen Asset Recovery Initiative) itu di luncurkan di gedung Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, Senin waktu setempat.

Sekjen PBB Ban Ki-moon, Presiden Bank Dunia Robert B. Zoellick dan Direktur Kantor PBB untuk Obat-obatan Terlarang dan Kejahatan (UNODC) Antonio Maria Costa, serta para pejabat tinggi sejumlah negara anggota PBB, termasuk Deputi Watap RI untuk PBB, Adiyatwidi Adiwoso, dan Direktur Perjanjian Internasional Deplu RI Arif Havas Oegroseno.

Daftar tersebut mencantumkan “Mohammad Soeharto (1967-1998)” pada urutan teratas tabel “Perkiraan Dana yang Kemungkinan Dicuri dari sembilan Negara”. Diperkirakan selama berkuasa Soeharto menggelapkan tak kurang 15 miliar dolar AS hingga 35 miliar dolar AS uang negara.

Temuan PBB dan Bank Dunia itu menyebutkan perkiraan total PDB Indonesia setiap tahun selama Soeharto berkuasa, 1970-1998, sebesar 86,6 miliar dolar AS.

Presiden Bank Dunia Robert B. Zoellick mengatakan bahwa StAR Initiative dapat membantu memperkuat kemampuan tim nasional suatu negara untuk mengembalikan harta yang dicuri.

Untuk itu, ujar Zoellick, diperlukan antara lain dukungan perundang-undangan di negara yang bersangkutan, pelatihan dan peningkatan kemampuan bagi pihak-pihak terkait di bidang hukum serta kerjasama antar-negara dalam mengumpulkan kembali kekayaan yang diparkir di suatu negara tertentu.

Ketika menjawab pertanyaan, Direktur UNODC Antonio Maria Costa mengatakan, pengembalian kekayaan yang diparkir di luar negeri juga akan memerlukan perjanjian ekstradisi antara negara-negara yang bersangkutan.

Berikut ini adalah 10 pemimpin politik dunia terkorup versi PBB dan Bank Dunia itu

1. Mohamad Soeharto (1967-1998), dana yang digelapkan 15-35 miliar dolar AS.
2. Ferdinand Marcos dari Filipina (1972-1986) dana yang digelapkan sekitar-10 miliar dolar AS.
3. Mobutu Sese Seko dari Zaire (1965-1997) dana yang digelapkan sekitar 5 miliar dolar AS.
4. Sani Abacha dari Nigeria (1993-1998) dana yang digelapkan 2-5 miliar dolar AS.
5. Slobodan Milosevic dari Serbia/Yugoslavia (1989-2000) dana yang digelapkan sekitar 1 miliar dolar AS.
6. Jean-Claude Duvalier dari Haiti (1971-1986) dana yang digelapkan sekitar 300-800 juta dolar AS.
7. Alberto Fujimori dari Peru (1990-2000) dana yang digelapkan sekitar 600 juta dolar AS.
8. Pavio Lazarenko dari Ukraina (1996-1997) dana yang digelapkan sekitar 114 hingga 200 juta dolar AS.
9. Arnoldo Aleman dari Nikaragua (1997-2002) dana yang digelapkan sekitar 100 juta dolar AS.
10. Joseph Estrada dari Filipina (1998-2001) dana yang digelapkan sekitar 70 hingga 80 juta dolar AS.

https://www.google.com/amp/s/teguhtimur.com/2007/09/18/versi-pbb-soeharto-terkorup-di-dunia/amp/

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20181207044538-20-351756/sejarawan-soeharto-kepala-negara-terkorup-di-dunia

https://m.detik.com/news/berita/d-4322222/soal-korupsi-di-era-soeharto-ini-hasil-riset-ketua-pukat-ugm


https://republika.co.id/berita/n85dwn/soeharto-diktator-terkorup-sedunia-abad-ke20

No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post