FENOMENA maraknya berita dan kabar bohong atau hoaks dewasa ini menjadi konsumsi sehari-hari bangsa Indonesia. Bahkan, masyarakat sangat mudah terpengaruh oleh kabar yang belum tentu kebenarannya itu. Hal ini dapat terjadi akibat minimnya peminat ilmu filsafat.
Demikian diingatkan Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Prof Dr Arskal Salim.
Arskal mengutarakan salah satu alasan masyarakat kurang berpikir kritis sehingga terjebak hoaks akibat minimnya pengetahuan filsafat. Menurut dia, dengan pengetahuan filsafat, otak akan terbiasa menanyakan dan memverifikasi sesuatu, sebelum mengonsumsinya secara instan. Sehingga masyarakat akan dapat membangun tradisi berpikir kritis.
“Inilah pentingnya ilmu filsafat bagi proses-proses sosial politik yang terjadi hari ini. Banyak sekali terjadi hoaks karena mereka tidak memiliki tradisi berpikir kritis. Filsafat itu kan cara untuk berpikir kritis. Berfilsafat itu adalah modalnya bertanya,” ungkap Arskal saat menjadi pembicara dalam acara International Conference of Islamic Philosophy (ICIPh) yang digelar Asosiasi Aqidah dan Filsafat Islam (AAFI) dan Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra di Jakarta, Jumat (18/1).
Arskal menuturkan, ketika seseorang tidak menggunakan akalnya untuk berpikir, maka dirinya tidak akan memiliki karakter untuk terus bertanya, dan menggali suatu informasi, sehingga sulit membedakan antara hoaks dan fakta.
“Orang-orang yang tidak mengandalkan akalnya untuk bertanya akan sangat mudah mendapat pengaruh dari hoaks seperti itu dan menerima serta meneruskannya. Itu yang kita sayangkan,” lanjut Arskal.
Alumnus Universitas Indonesia itu menambahkan, untuk meningkatkan berpikir kritis masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa, Kemenag mengimbau kepada seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta agar mempertahankan kajian filsafat.
Selain itu, lanjut Arskal, perguruan tinggi yang sudah naik menjadi universitas, harus memiliki program studi agama yang lebih banyak dari program studi umum.
“Filsafat itu kan sebagai pusat tradisi studi Islam yang sudah sangat tua ini tetap harus diperjuangkan agar tetap bisa punya masa depan. Karena itu, kita akan mempertahankan kajian-kajian filsafat di beberapa perguruan tinggi Islam baik negeri ataupun swasta,” cetusnya.
Menurut dia, hal ini merupakan salah satu cara dari Kemenag untuk memelihara keberlangsungan program studi agama, yang memang penting untuk dilestarikan dan dipelihara agar orang-orang atau bangsa Indonesia belajar filsafat dan mengerti filsafat Islam.
Arskal menyebut bahwa Kemenag juga sudah menyiapkan sejumlah beasiswa bagi para pelajar yang tertarik belajar filsafat. Pasalnya, hingga saat ini prodi filsafat masih kalah bersaing dengan prodi-prodi lainnya.
“Kita akan menyiapkan untuk prodi-prodi keislaman, yang kita sebut beasiswa afirmasi. Ini untuk mendorong pelajar kita yang mau belajar filsafat dengan adanya penawaran beasiswa bagi mereka,” tukasnya.
Sementara Ketua STFI Sadra, Dr Kholid Al-Walid, mengatakan, selain mampu menangkal hoaks, berpikir kritis juga merupakan salah satu jalan bagi masyarakat untuk mencegah terpengaruh akan paham-paham radikal dan ektremis.
Bahkan, menurut Kholid, seharusnya cara berpikir kritis sudah diajarkan sejak di level pendidikan dasar dan menengah.
“Masyarakat sejak remaja harusnya sudah terbiasa untuk berpikir kritis, mendalam, rasional, dan substansial dalam menghadapi berbagai persoalan, sehingga tidak terjebak pada problem radikalisme dan ekstremisme,” pungkas Kholid. (RO/OL-1)
Penulis: Syarief Oebaidillah
Source : http://mediaindonesia.com/read/detail/211525-kajian-filsafat-perlu-dipertahankan-untuk-tangkal-hoaks?utm_source=dable
No comments:
Post a Comment