PENANDATANGANAN Head of Agreement (HoA) antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan Freeport Mcmoran Inc (FCX) dan Rio Tinto terkait penjualan saham Freeport dan Participating Interest (PI) Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI), menandakan secara resmi pengambilalihan (divestasi) 51% saham Freeport.
Kepemilikan Inalum setelah penjualan saham dan PI tersebut menjadi sebesar 51%, yang 10% PI akan diserahkan kepada pemerintah daerah Papua. Sangat pas kalau Presiden Joko Widodo mengucapkan, "Alhamdulillah Inalum kuasai 51% saham Freeport." Pasalnya, setelah setengah abad, bangsa Indonesia akhirnya dapat menguasai mayoritas 51% saham Freeport yang diperoleh dari proses perundingan panjang dan berliku berdasarkan prinsip-prinsip perundingan internasional.
Proses panjang itu diawali dengan persetujuan Kontrak Karya (KK) Freeport untuk pertama kali ditandatangani pada 1967, berdasarkan Undang-undang No 11/1967 tentang Modal Asing.
Setelah berlangsung 30 tahun, pada 1997, KK Freeport diperpanjang lagi selama 30 tahun ke depan hingga KK baru akan berakhir pada 2021. Selama 50 tahun, pemerintah Indonesia mendapatkan pembagian saham Freeport hanya sebesar 9,36%. Sementara itu, mayoritas saham sebanyak 90,64% dikuasai Freeport Mcmoran Inc. Parahnya, deviden yang porsinya kecil kerap kali tidak dibayarkan dengan alasan kebijakan laba ditahan untuk modal ekspansi. Royalti yang diberikan kepada pemerintah Indonesia juga sangat kecil, antara 1%-3,5%.
Dalam perjanjian perpanjangan KK kedua, yang ditandatangani pada 1997, sebenarnya sudah memasukkan ketentuan divestasi secara bertahap hingga mencapai 51% paling lambat pada 2011. Namun, Freeport berupaya untuk tidak memenuhi perjanjian tersebut dengan melancarkan trik dalam penetapan harga divestasi saham yang sangat tinggi.
Pada saat Freeport harus menjual 10,64% saham kepada pemerintah Indonesia, Freeport menetapkan harganya senilai US$1,7 miliar atau sekitar Rp22,1 triliun (pada saat itu US$1 setara Rp13.000). Asumsinya, KK akan diperpanjang selama 20 tahun, maka cadangan yang dimasukkan perhitungan harga saham ditetapkan hingga 2041. Konsekuensinya, harga saham ditawarkan pada saat itu sangat tinggi, bahkan cenderung over value. Pemerintah menolak tawaran harga sebesar itu sehingga Freeport tetap saja menggenggam 90,64% mayoritas saham, saham Indonesia masih saja 9,36%.
Sudah jadi tekad
Sejak awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo sudah bertekad untuk mengambil alih Freeport dengan menguasai 51% saham Freeport melalui perundingan. Tim perunding pemerintah, diwakili Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan, menawarkan kepada Freeport untuk mengubah KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Awalnya Freeport menolak keras IUPK, bahkan Freeport sempat mengancam untuk mengadukan Indonesia ke Arbitrase Internasional, menghentikan produksi, dan PHK besar-besaran, jika Pemerintah Indonesia memaksakan pemberlakuan IUPK.
Namun, di luar dugaan setelah pertemuan antara CEO Freeport-Mcmoran Inc Richard Adkerson dan Menteri ESDM Ignasius Jonan, di Jakarta, pada 27 Agustus 2017, Freeport menyetujui kesepakatan kerangka dasar (framework). Hasil kesepakatan itu diumumkan ke publik pada 29 Agustus 2018.
Kerangka dasar yang disepakati ialah perubahan KK menjadi IUPK dengan persyaratan smelterisasi, divestasi 51% saham Freeport, dan penerimaan negara yang lebih tinggi dari pajak dan royalti. Dalam kesepakatan kerangka dasar itu, pemerintah menyetujui perpanjangan operasi Freeport 2x10 tahun dan memberikan jaminan kepastian investasi.
Setelah tercapai kesepakatan kerangka dasar, Menteri ESDM tidak lagi terlibat secara langsung perundingan, Menteri BUMN dan Menteri Keuangan yang melanjutkan perundingan untuk membahas penetapan harga saham, royalti, dan pajak. Meskipun sudah menyetujui kesepakatan kerangka dasar, Freeport menolak usulan pemerintah terkait penetapan harga saham divestasi yang dihitung berdasarkan nilai aset dan cadangan hingga 2021.
Freeport tetap bertahan pada penetapan harga divestasi saham yang mencerminkan nilai pasar wajar ialah dengan memperhitungkan nilai aset dan cadangan hingga 2041. Tidak bisa dihindari terjadi lagi dead lock dalam perundingan.
Untuk mencairkan dead lock perundingan, Presiden Joko Widodo menugaskan Ignasius Jonan untuk kembali terlibat secara langsung dalam perundingan. Di tengah alotnya perundingan penetapan harga saham Freeport, tim perunding pemerintah memutuskan untuk membeli participating interest (PI) Rio Tinto, yang ada pada PTFI sebanyak 40%. Freeport pun juga menyetujui keputusan Indonesia untuk membeli PI sebagai bagian dalam proses divestasi 51% saham Freeport. Namun, perundingan kembali dead lock lantaran antara Inalum dan Rio Tinto tidak menyepakati penetapan harga jual PI dan tahapan konversi PI menjadi saham.
Di tengah ancaman dead lock, di sela kesibukkannya menjadi key note speaker pada World Gas Conference, Menteri ESDM Ignasius Jonan kembali menemui CEO Freeport McmoRan Richard C Adkerson di Washington. Tujuan pertemuan itu ialah untuk mempercepat finalisasi kesepakatan. Pertemuan keduanya di Washington dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan di Jakarta. Setelah melalui jalan panjang dan berliku yang dijalani dengan penuh kesabaran, akhirnya pada 12 Juli 2018, pemerintah Indonesia, Freeport McmoRan dan Rio Tinto sepakat untuk menandatangani HoA. Inalum setuju mengeluarkan dana sebesar US$3,85 miliar untuk membeli 40% PI Rio Tinto di PTFI dan 100% saham Freeport di PT Indocopper Investama 9,36% saham di PTFI. Genaplah sudah Indonesia mengusai mayoritas 51% saham Freeport.
Manfaat
Penguasaan 51% saham Freeport akan memberikan beberapa manfaat ekonomi, yakni peningkatan pendapatan dari deviden, pendapatan pajak dan royalti yang akan ditentukan dari besaran pendapatan tahun berjalan PTFI. Berdasarkan laporan keuangan 2017 yang telah diaudit, PTFI membukukan pendapatan sebesar US$4,44 miliar, naik dari US$3,29 miliar di 2016. PTFI juga membukukan laba bersih sebesar US$1,28 miliar pada 2017, naik dari US$579 juta pada 2016.
Selain itu, pendapatan kekayaan deposit emas dengan nilai cadangan diperkirakan sebesar US$42 miliar, cadangan tembaga US$116 miliar, dan cadangan perak US$2,5 miliar. Total cadangan terbukti (proven) mencapai US$160 miliar atau setara Rp2.290 triliun. Cadangan itu diperkirakan dapat dieksplorasi dan eksploitasi hingga 2060. Demikian juga dengan pembangunan smelter, selain memberikan nilai tambah dari pengolahan konsentrat menjadi emas, perak, dan tembaga, juga membuka lapangan pekerjaan untuk dipekerjakan di sejumlah smelter yang akan dibangun.
Penguasaan mayoritas saham Freeport itu, tidak hanya menandai awal pengembalian Freeport ke pangkuan ibu pertiwi, tetapi juga mengembalikan kedaulatan energi kepada NKRI dalam pengelolaan tambang di bumi Papua. Selain itu, penguasaan 51% saham Freeport juga akan memberikan manfaat ekonomi yang dapat dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai amanah konstitusi UUD 1945, utamanya rakyat Papua.
Penulis: Fahmy Radhi Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas
Source : http://mediaindonesia.com/read/detail/172022-jalan-panjang-freeport-ke-pangkuan-ibu-pertiwi?utm_source=dable
No comments:
Post a Comment