Wednesday, 26 February 2020
BERKAT BANJIR, DENDAM KESUMAT ANIES KEPADA JOKOWI TERBONGKAR
Saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mati-matian mengendalikan banjir. Pengerukan sungai, penggalian dan pelebaran sungai, normalisasi waduk dan pembebasan bantaran kali dari rumah-rumah liar dilakukan secara membahana. Tetapi usaha Jokowi itu tidak maksimal. Ada satu kendala. Koordinasi, dukungan dan sinergi dari pemerintah pusat yang saat itu dikendalikan oleh SBY dan Demokratnya berjalan macet.
SBY dan Demokratnya berbeda haluan politik dengan Jokowi. Jokowi yang dari PDIP-Megawati merupakan lawan politik dari Demokrat-SBY. Jika SBY-Demokrat mendukung penuh Jokowi di DKI dan sukses, maka yang beruntung adalah Jokowi dan PDIP. Inilah intrik politik yang membuat DKI Jakarta menjadi korban.
Pengalaman Jokowi yang didera oleh intrik politik itu kemudian bersuara lantang. “Lebih mudah mengendalikan banjir dan membenahi kemacetan Jakarta bila dia menjadi Presiden”, ujar Jokowi dengan optimis lima tahun lalu, Februari 2014. Menurut Jokowi, seorang presiden akan mudah mengatur dan memerintahkan kepala daerah di kawasan Jabodetabek untuk bekerja sama.
Lalu mengapa setelah menjadi Presiden, Jokowi terlihat tak bisa berbuat apa-apa membenahi Jakarta?
Ternyata pembiaran banjir di Jakarta adalah bagian dendam kesumat Anies dan kaum kadrun kepada Jokowi. Dendam kesumat Anies dan kaum kadrun itu disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pemecatan Anies dari kursi Menteri Pendidikan oleh Jokowi, kedua, gagalnya Jokowi dilengserkan lewat kasus Ahok dan ketiga pembubaran ormas HTI yang memukul impian pembentukan khilafah di Indonesia.
Saya tidak akan fokus mengulas tiga alasan dendam Anies dan pendukungnya di atas, tetapi saya fokus membahas dampak dari dendam Anies kepada Jokowi. Dendam kesumat Anies dan pendukungnya itu membuat pembenahan Jakarta terkendala. Jika tahun 2012-2014 kendala ada di pemerintah pusat, kini justru kendala ada di pemerintah Pemprov DKI.
Sejak tahun 2017, gubernur DKI Jakarta bukan lagi Ahok. Padahal ketika Jokowi naik menjadi Presiden, ia mengharapkan Ahok yang tetap menjadi gubernur. Ahok sangat loyal kepada Jokowi. Ketika Jokowi sukses menjadi Presiden, Ahok semasih gubernur DKI, pembenahan Jakarta dan pengendalian banjir sudah sangat terarah.
Dalam hal mengendalikan kemacetan, pembangunan MRT, LRT dan pengembangan bus Transjakarta, kebijakan three in one, penghapusan armada bus tua dan seterusnya sudah dimulai sejak era Jokowi dan diteruskan oleh Ahok. Hasilnya MRT, LRT, Transjakarta, sudah sangat dinikmati saat ini. Namun berhenti sampai di situ. Kebijakan Anies soal penanganan macet yang baru nol sama sekali. Anies hanya asyik dengan kebijakan ganjil-genapnya.
Terkait soal pendendalian banjir, kebijakan Jokowi-Ahok sudah dimulai ketika waduk-waduk dibangun, normalisasi sungai dan pemindahan penduduk dari bantaran sungai ke rumah-rumah susun dilakukan. Namun ada dua rencana besar yang baru dan bahkan dimulai di era Jokowi-Ahok. yakni normalisasi kali Ciliwung dan pembuatan waduk super raksasa di Pantai Utara Jakarta.
Rencana Jokowi-Ahok kala itu adalah meminjam dana besar dari World Bank. Lewat dana yang dipinjam dari World Bank, kampung-kampung kumuh di seluruh bantaran kali Ciliwung akan direvitalisasi total. Warga yang tergusur akan diberikan rumah murah dan lapangan kerja yang memadai. Dana dari World Bank ini akan dikucurkan lewat jaminan pemerintah pusat kepada Pemprov DKI.
Lalu apa yang terjadi? Belum sempat dana itu dicairkan, ternyata yang menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017 adalah Anis Baswedan, menteri pecatan Jokowi. Anies saat maju menjadicagub, aliran politiknya sudah berbeda total dengan Jokowi. Anies kemudian tidak lagi meneruskan progam Jokowi-Ahok, tetapi sebaliknya ia menghentikan normalisasi sungai dan menggantinya dengan naturalisasi sungai.
Selama dua tahun Anies menjadi Gubernur, normalisasi sungai dihentikan. Anies malah memangkas anggaran Rp 500 miliar untuk penanggulangan banjir dan mengalihkannya untuk program Formula E, ajang balap internasional. Anies dan pendukungnya paham bahwa setiap Jakarta banjir, maka pihak yang akan disalahkan adalah Jokowi sebagai Presiden. Inilah niat jahat Anies kepada Jokowi sebagai bentuk balas dendam.
Ketika program normalisasi total kali Ciliwung digagalkan dan dicuekkan Anies, rencana besar Jokowi yang kedua juga gagal total. Jokowi-Ahok sudah merencanakan program tanggul raksasa sebagai solusi total mengatasi banjir. Seiring dengan tanggul raksasa, maka program reklamasi Pantai Utara Jakarta juga akan dibangun besar-besaran.
Jokowi bermimpi bahwa ketika program kali Ciliwung berhasil dilakukan, maka air akan mengalir langsung ke waduk super raksasa yang ada pada proyek reklamasi. Dari sana akan dipompa oleh puluhan bahkan ratusan mesin pompa raksasa ketika musim hujan tiba. Namun ketika musim kemarau, air waduk akan diolah menjadi sumber bahan baku air bersih.
Lalu apa yang terjadi? Lagi-lagi terkendala oleh dendam kesumat Anies Baswedan. Anies selaku penguasa DKI dengan berlindung di balik Undang-undang otonomi daerah berhak membatalkan proyek reklamasi dan membuang ke tong sampah ide waduk super raksasa Jokowi-Ahok. Bukan hanya membuang ide pompa raksasa ke laut, Anies malah memunculkan ide super dungu bahwa air hujan itu harus dimasukkan ke bumi lewat vertical drainase atau lubang resapan. Hasilnya gagal total.
Lagi-lagi warga DKI Jakarta, menjadi korban dendam Anies dan kaum kadrun kepada Jokowi. Ternyata jika normalisasi kali Ciliwung, pembuatan waduk super raksasa Pantai Utara Jakarta sukses dan didukung total Anies, maka yang dipuji habis adalah Jokowi. Hal ini sama sekali tidak diterima oleh Anies dan pendukungnya.
Janji Jokowi bahwa pembenahan Jakarta akan lebih mudah ketika ia menjadi Presiden gagal ditepati. Ternyata janji Jokowi itu hanya bisa terlaksana bila Ahok yang tetap menjadi gubernur dan bukan Anies. Anies malah sengaja menghalangi janji Jokowi itu agar tidak pernah bisa ditepati untuk memuaskan dendam kesumatnya.
Jelas demi dendam kesumatnya kepada Jokowi, Anies rela membuat Jakarta tenggelam karena banjir. Anies tidak ingin membuat Jakarta bebas dari banjir. Anies bahkan senang jika Jakarta banjir karena ia bisa mengejek habis Jokowi. Anies mengejek Jokowi. Hanya Anies yang bisa mengatasi banjir jika ia menjadi Presiden tahun 2024 mendatang.
Jadi sekarang berkat banjir, dendam kesumat Anies kepada Jokowi terbongkar. Warga Jakarta dan seluruh rakyat Indonesia bisa melihat sendiri dampak dari dendam kesumat Anies dan pendukungnya itu kepada Jokowi. Jakarta tenggelam. Tragis kura-kura.
Salam Seword,
======================================
ANIES MAU DIGOTONG SIAPA?
DPRD DKI adalah miniatur dari DPR Pusat
Artinya, dinamika di DPRD DKI saat ini, bisa dijadikan acuan untuk kontestasi Pilpres 2024
Presidential Threshold adalah sebesar minimal 25% kursi di DPR
Jika Nasdem + PKS + PAN + Demokrat merapat, maka jumlahnya sudah mencapai 36.1% - sudah SAH
Atau opsi Demokrat + PKS + PAN juga sudah mencapai 25.9% (jika Nasdem balik kanan) - sudah SAH meski mepet
Secara chemistry, PKS - PAN - Demokrat memang lebih mudah menyatu. Nasdem bisa jadi "kambing congek" kalau mau nyelip di koalisi ini
PDIP sendirian saja sudah 22.3% - kurang dikiiit aja
Bila PDIP tetap "mesra" dengan Gerindra, maka duet maut ini akan menjadi 35.9% - sudah SAH
Kenapa kok tau-tau muncul kombinasi di atas?
Ya karena "Pansus Banjir" di DPRD DKI hari ini mulai diwacanakan oleh: PDIP, Golkar, Gerindra dan PSI
Pertama, dengan diwacanakan oleh jumlah kursi mayoritas, "Pansus Banjir" hampir pasti akan bergulir
Kedua, peta koalisi 2024 mulai terbaca. Menarik melihat Nasdem merapat kemana
Ketiga, sudah jelas, Anies akan merapat ke Parpol apa..ðŸ¤ðŸ¤”
===================================
APAKAH ANIES MEMANG LAYAK DIKRITISI TERKAIT MASALAH BANJIR ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan jawablah dengan jujur. Dan saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sejauh pengamatan saya.
Apakah Anies melakukan normalisasi untuk mengatasi banjir ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies melakukan naturalisasi untuk mengatasi banjir ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies membuat biopori-biopori untuk mengatasi banjir ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies membuat taman-taman yang berfungsi sebagai resapan air dalam rangka mengatasi banjir ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies melakukan pengerukan sungai atau kali sehingga dapat menampung debit air lebih banyak ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies melakukan pengecekan terhadap pompa-pompa yang ada sehingga dapat berfungsi optimal untuk mengatasi banjir ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies menggunakan secara optimal 450 pompa yang ada untuk mengatasi banjir ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies melakukan pengecekan terhadap rumah pompa di waduk Pluit untuk mengatasi banjir ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies langsung mengambil tindakan cepat terhadap bendungan kali yang ada di Jakarta sehingga tidak sampai jebol ? Jawabannya adalah TIDAK
Apakah Anies memotong anggaran pengendalian air / banjir ? Jawabannya adalah IYA
Apakah Anies justru malah membeton taman di bawah jembatan Casablanca yang dapat berfungsi sebagai resapan air ? Jawabannya adalah IYA
JIKA SAJA JAWABAN PERTANYAAN DI ATAS ADALAH SEBALIKNYA MAKA ANIES TIDAK PANTAS DIKRITISI ATAU DINYINYIRI.
TAPI JIKA ITU YANG MEMANG TERJADI, TOLONG SADAR DIRI.
SADAR DIRI LAH BAHWA ANIES TIDAK BISA BEKERJA, MINIMAL YANG DIKERJAKAN UNTUK MENGATASI BANJIR MASIH SANGATLAH SEDIKIT
BERKAT BANJIR, DENDAM KESUMAT ANIES KEPADA JOKOWI TERBONGKAR
Reviewed by Mpg
on
21:25
Rating: 5
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment