DATA BANSOS DKI SENGAJA DIKACAUKAN
by Eko Kuntadhi
Saya tidak tahu, apa sebetulnya yang ada di kepala Gubernur. Ketika dia terus menerus merongrong pusat dengan manuvernya, padahal Indonesia sedang menghadapi bencana.
Mulanya pada rapat terbatas online yang melibatkan kepala daerah. Presiden memimpin langsung rapat itu. Diputuskan pemerintah akan membantu masyarakat yang terdampak Covid19. Saat ditanya Gubernur Jakarta, berapa jumlah warga DKI yang terdampak. Gubernur dengan tegas menyebut angka 3,6 juta orang.
Lalu pada rapat itu diputuskan, pemerintah pusat akan mengcover 2,5 juta orang yang terdampak. Sisanya 1,1 juta orang akan dihandle oleh Pemda DKI. Masing-masing akan mendapat bantuan Rp600 ribu selama tiga bulan.
Artinya jika program tersebut jalan, ada 1,2 juta KK yang akan mendapat bantuan. Sebagian besar dari pemerintah pusat, sisanya dari kas Pemda DKI.
Pemerintah pusat tinggal menunggu data dari Pemda DKI untuk menyalutkan bantuan. Saat data itu diterima Kemensos, bantuan langsung bergerak disalurkan.
Sebelumnya Pemda DKI juga sudah menyalurkan bantuan ke warga dengan paket seharga Rp149.000. (Ketika dihitung, harganya sih cuma Rp108 ribuan). Tapi, mungkin saja plus ongkir dan paking. Kok hanya Rp149 ribu? Katanya akan dilakukan seminggu sekali. Jadi jumlahnya sekitar Rp600 ribu sebulan juga.
Apa yang terjadi saudara-saudara? Ternyata data yang diserahkan Pemda DKI ke Kemensos, itu sama dengan data penduduk yang sudah mendapat bantuan dari Pemda DKI. Ketika Kemensos membagikan bantuan sesuai kesepakatan, mereka yang sudah terima secuil bantuan dari Pemda DKI Rp149 ribu itu, otomatis akan menerima lagi bantuan dari Kemensos. Wong datanya sama.
Di bawah, masyarakat Jakarta kecewa. Betapa kacaunya proses penyaluran bantuan sosial itu.
Sialnya, menurut Kepala Kelompok Kerja Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Elan Satriawan, Pemda DKI sengaja melakukan itu.
Kenapa data itu disamakan? Karena Pemda DKI mau mangkir dari janjinya untuk menghandle 1,1 juta warga DKI. Mereka hanya menyalurkan paket Rp149 itu sekali saja. Dalam kesepakatan empat kali sebulan. Ketika bansos dari Kemensos disalurkan, Pemda DKI malah menyetop penyaluran bantuannya.
Kan, bangke!
Pertama, Anies tidak konsisten terhadap hasil rapat. Dia menyebut 3,6 juta warga perlu bantuan, dan DKI hanya sanggup membantu 1,1 juta orang saja. Presiden percaya, karena soal data kependudukan Pemda DKI lebih memahami. Jadi disepakatilah 2,5 juta warga DKI dihandle pusat.
Nyatanya Anies mangkir. Sengaja mengacaukan data.
Menko PMK Muhajir Efendi sangat berang mengetahui itu semua. Saat ini adalah kondisi bencana. Rakyat butuh menanganan cepat. Kok bisa, Pemda DKI bermain-main seperti itu? "Saya menegur keras Gubernur Jakarta," ujar Muhajir kepada wartawan tidak bisa menyembunyikan kejengkelannya.
Ternyata, saudara. Anies kini bilang Jakarta gak punya duit untuk menyalurkan bantuan yang sudah menjadi komitmennya dalam rapat kabinet itu. Menurut Menkeu Sri Mulyani, Anies angkat tangan dari komitmennya semula.
Anies memainkan isu lain. Ia menagih dana bagi hasil ke Menkeu, sambil gembar-gembor pemerintah pusat berhutang kepada Pemda DKI. Padahal, dana bagi hasil itu gak perlu ditagih. Sesuai UU, akan dikeluarkan Menkeu ke kas Pemda, jika audit BPK sudah selesai. Sekitar Agustus biasanya.
Lha, audit BPK saja belum selesai. Entah kenapa Anies teriak-teriak seolah pusat punya hutang ke Pemda DKI, padahal kenyataanya gak begitu. Gak mungkin Kemenkeu menahan dana tersebut. Dan gak mungkin juga mengeluarkan jika audit belum rampung. Sebab itu melanggar UU.
Kayaknya manuver seperti ini bertujuan untuk memojokkan pemerintah pusat. Gerakan seperti ini membenturkan pemerintah dengan rakyat Jakarta. Padahal yang mengacaukan dia juga. Padahal yang lari dari komitmen dia juga.
Anehnya, untuk dana bansos Pemda DKI angkat tangan ngaku gak punya duit. Tapi pada Februari 2020, Pemda enteng-enteng aja mengeluarkan duit buat membayar komitmen fee balapan Formula E. Totalnya sampai Rp560 miliar.
Kini kekacauan data bansos DKI Jakarta membuat rakyat marah. Kemarahan yang sepertinya sengaja disulut.
Hanya orang jahat yang bisa mempolitisasi wabah untuk kepentingan politiknya sendiri. Hanya orang jahat yang sempat berfikir menari di atas derita jutaan orang.
"Jahatnya kan cuma sama manusia. Kalau sama hewan di kebun binatang, dia perhatian lho, mas," celetuk Abu Kumkum.
No comments:
Post a Comment