Rencana Busuk Di Balik Lock Down
Mengapa Jokowi tidak bisa melakukan lock down? Indonesia tidak sama dengan Cina, Italia, Amerika dan negara-negara lain yang merupakan 1 daratan. Indonesia terdiri dari 13.000 pulau lebih dengan 5 pulau besar utama yaitu Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Selain itu ada Bali sebagai salah satu pusat pariwisata dunia. Pulau-pulau itu dipisahkan oleh lautan yang merupakan kekayaan alam berlimpah di Indonesia. Setiap pulau memiliki dinamika sendiri sehingga tidak bisa disamaratakan. Kalau seluruh Indonesia lock down, semua pulau baik yang ada maupun yang tidak ada kasus Covid-19 harus menanggung akibatnya.
Lebih jauh lagi, sebagian besar rakyat Indonesia merupakan kalangan ekonomi menengah ke bawah, banyak yang berprofesi sebagai penjual di pasar tradisisonal di desa-desa, para petani dan peternak, para pekebun, mereka membutuhkan alur distribusi setiap harinya untuk meyalurkan hasil kerja mereka mencari nafkah. Kalau terjadi lock down maka mereka bisa tidak makan sampai 14 hari atau bahkan sebulan. Terus apa yang terjadi? Sehari dua hari tidak apa-apa tetapi 2 minggu? Perut lapar, belum lagi keluarga ada yang sakit, belum lagi anak cucu tidak bisa makan, nangis-nangis. Apa tidak membuat pikiran semakin kalut? Apa yang akan terjadi? Saat itu akan ada ajakan revolusi untuk menggulingkan pemerintah yang sah.
Sekarang bisa saja kita-kita bilang, ah mana mungkin? Gak mungkin lah kita ini waras. Kalau sudah gak makan 3 hari saja apa masih bisa waras? Apalagi ditambah anggota keluarga yang merengek-rengek kelaparan? Ajakan revolusi disertai dengan penjarahan bukan hal yang tidak mungkin terjadi. Justru hal ini yang diharapkan mereka-mereka supaya timbul kekacauan. Nanti kalau sudah mulai timbul kerusuhan, mereka tinggal menambahkan penjarahan dan pemerkosaan kedalamnya. Kalau sudah begitu tinggal tunggu saja kadrun demo berjilid-jilid untuk menggulingkan Jokowi. Penggantinya jelas dari kalangan mereka sendiri. Masuklah Indonesia ke masa kegelapan melebihi wabah Corona yang ditakutkan saat ini.
Apa yang sudah menjadi milik kita seperti Freeport diambil lagi oleh Amerika, bahkan mungkin saja Petral akan diaktifkan kembali. Semua uang pajak rakyat tidak akan kembali lagi ke rakyat. Masalah intoleransi akan makin dipupuk dan dijadikan aturan baku. Semua gembar-gembor mengenai bangsa Indonesia sebagai salah satu calon negara dengan ekonomi terkuat akan musnah diinjak-injak negara luar.
Hal ini menyebabkan Jokowi tidak semudah itu menetapkan status lock down di Indonesia karena Jokowi memikirkan nasib sebagian besar penduduk yang ada dipedesaan. Kalau kadrun sih emang tujuannya lock down Indonesia supaya bisa menjatuhkan Jokowi. Tapi yang bikin miris itu loh orang-orang pinter atau yang mengaku pinter yang tadinya pendukung Jokowi terus sekarang malah mengagung-agungkan pemimpin Jakarta yang sebenarnya belepotan penuh dengan masalah SARA dan banjir. Sama kaya ngebuang berlian tapi ngambil kotoran dari selokan untuk disembah-sembah.
Mereka-mereka entah dari kalangan artis, entah dari kalangan pengusaha, entah dari kalangan entertaiment sih enak aja bilang lockdown. Elu-elu punya duit kalau kabur tinggal kabur aja kagak pernah ngerasain buruh, petani, peternak, yang tinggal di desa-desa harus berjuang setiap hari untuk makan. Jangan bisanya asal mangap aja kagak mikirin orang lain gimana. Gegara diri sendiri takut mati terus ikut-ikutan menyalahkan Jokowi.
Kalian lihat tuh, pemimpin Jakarta meliburkan sekolah 2 minggu. Apa yang terjadi? Semua vakansi ke Puncak woi Puncak. Terus kalau mereka kena langsung gampang jalan keluarnya menyalahkan Jokowi gitu? Lalu hal itu dijadikan alasan lock down Jakarta dan seluruh Indonesia? Mana tanggung jawab pemimpin Jakarta dalam hal ini?
Asal bicara lock down tapi belum tentu ngerti juga arti dan efeknya apa. Terus kalau sudah lock down pas buka lagi masih ada virusnya lock down lagi? Memang niat mereka melengserkan Jokowi karena mereka tahu karakter dan kultural bangsa ini dengan baik. Masa kita mau dibilang bangsa yang dodol sih? Lebih mudah baca dan percaya hoaks? Lebih mudah diarahkan untuk nyemplung ke jurang?
Sebetulnya tindakan yang lebih tepat adalah ”Isolasi”. Isolasi daerah-daerah ataupun provinsi yang memiliki tendensi tinggi untuk penyebaran Covid-19 bukan lockdown buta-buta seperti Cina ataupun Italia. Persiapan Jokowi dan pemerintah sudah cukup memadai kalau tidak mau dibilang baik. Hanya satu sayangnya, sering kali kita menjadi anak durhaka, lebih memilih maling daripada orang baik yang benar-benar bekerja keras untuk bangsa ini**.
Salam, Srikandi.
[https://politikandalan.blogspot.com/2020/03/ada-tulisan-analisa-politik-yg-bagus.html]
https://seword.com/umum/rencana-busuk-di-balik-lock-down-s6FWp9kmsy
------------------------
Soliter yang Solider
Akhir2 ini banyak orang dihimbau untuk bekerja di rumah dan dari rumah, sedapat mungkin orang berusaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain dan jika tidak sangat mendesak, kita tidak keluar rumah. Singkatnya kita diminta untuk hidup "menyendiri" alias soliter.
Hal itu bukan tanpa alasan. Virus corona atau covid 19 yang tidak terlalu familier bagi kita, merupakan virus yang disinyalir sangat berbahaya bagi nyawa manusia dan sangat cepat penyebarannya. Ironisnya lagi, virus ini menyebar justru ketika terjadi interaksi atau komunikasi antarpribadi; jabat tangan, pelukan, cipika-cipiki, berbicara, dll.
Maka menghindari kontak dg pribadi lain sementara ini dipandang sebagai solusi. Mengambil "jarak" dari sesama dilihat sebagai antisipasi bagi keselamatan diri sendiri dan sesama. Soliter menjadi wujud hormat pada kehidupan diri sendiri dan sesama, ia menjadi bukti cinta kita. Soliter adalah tindakan solidaritas. (Alfons Sutarno. inspired by: Najwa S.).
No comments:
Post a Comment