Seakan sudah menjadi budaya, sejumlah survei
bermunculan seiring 3 tahun Pemerintahan Joko
Widodo-Jusuf Kalla. Menggunakan beragam indikator
sebagai penilainya, angka demi angka dalam bentuk
persentase menggambarkan kinerja perjalanan
pemerintahan dalam tiga tahun belakangan.
Terlepas dari adanya persaingan survei satu dengan
lainnya, survei-survei tersebut dianggap bisa dijadikan
sebagai bahan evaluasi, baik melihat kekurangan ke
belakang maupun merancang perbaikan ke depan.
Meski pada umumnya menggunakan metode yang
sama, yakni mengumpulkan suara dari responden-
responden dengan kualifikasi tertentu yang tersebar
di seluruh Indonesia, sejumlah survei
turut berkontribusi memberikan
masukan kepada negara: mengenai apa
saja yang perlu ditingkatkan; dikejar;
bahkan ditinggalkan karena dinilai tidak
menyentuh ekspektasi.
Saiful Mujani Research and Consulting
(SMRC), misalnya. Sekitar dua bulan lalu
telah merilis tingkat kepuasan
masyarakat terhadap tiga tahun
pemerintah Presiden Jokowi. Melalui
Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan,
survei ini mengatakan kepuasan publik
akan kinerja Jokowi di atas 60 persen.
SMRC melakukan survei ini pada awal
September 2017 dengan melibatkan
1.057 orang responden yang
diwawancarai. Mereka mengaku
memiliki margin error dari surveinya
hanya sebesar lebih-kurang 3,1 persen
dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dari survei tersebut, diketahui publik
yang merasa cukup puas sebesar 61
persen. Sebanyak 27 persen responden
menyatakan tidak puas, dan 3 persen
tidak menjawab.
Dalam kesimpulannya, mereka menyatakan bahwa
tren kepuasan masyarakat atas kinerja Presiden
Jokowi meningkat sejak Desember 2015, dari awalnya
49 persen kini 61 persen. Djayadi pun menambahkan
bahwa mulai pertengahan 2016 kepuasan terhadap
presiden selalu di atas 60 persen.
"Dan cenderung stabil," katanya dalam paparan di
kantor SMRC, Cikini, Jakarta, Oktober lalu.
Menurut lembaganya, tingginya kepuasan tersebut
didasari atas persepsi masyarakat yang merasa kondisi
umum di sektor ekonomi, politik, hukum, dan
keamanan membaik. Ia lantas memberi contoh pada
salah satu paparannya. Di sektor sosial-ekonomi,
warga yang merasa kondisi saat ini lebih baik
ketimbang tahun lalu lebih banyak daripada yang
berpikiran sebaliknya. Sebanyak 41,5 persen warga
merasa ekonomi rumah tangga lebih baik daripada
sebelumnya. Tak cuma itu, dari sektor ekonomi
nasional, sebanyak 51 persen beranggapan kondisi
saat ini lebih baik daripada tahun lalu.
"Warga umumnya optimistis dengan ekonomi rumah
tangga dan nasional ke depan," imbuh Djayadi.
Sementara perihal kerja Pemerintah Jokowi, indikator
yang dinilai paling banyak mengalami kemajuan
adalah pembangunan infrastruktur. Kerja Jokowi
membangun jalan-jalan umum direspons positif
dengan 74 persen masyarakat yang menganggapnya
semakin baik dibandingkan tahun lalu.
Berangkat dari indikator itu, Djayadi ada satu indikator
surveinya yang mengatakan bahwa elektabilitas
Jokowi meningkat. Bahkan hasil survei juga
menunjukkan apabila pemilihan presiden dilakukan
sekarang, maka Jokowi akan menjadi pemenang,
unggul jauh dari para pesaingnya termasuk Ketua
Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Salah satu surveinya menunjukkan dalam benak
masyarakat (top of mind) presiden pilihan mereka
adalah Joko Widodo. Elektabilitas Jokowi bahkan
berada di angka 38,9 persen. Di bawah Jokowi ada
nama Prabowo (12 persen) dan Ketua Umum Partai
Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (1,6 persen).
Adapun calon-calon lainnya hanya meraih suara di
bawah satu persen.
Ia juga menunjukkan bagaimana sejak Oktober 2015
hingga September 2017, tren elektabilitas Jokowi
cenderung naik. Tingkat keterpilihan Jokowi pada
Oktober 2015 sebesar 25,5 persen sedangkan pada
September 2017 ada di angka 38,9 persen.
Adapun elektabilitas Prabowo cenderung menurun
dari 13,6 persen menjadi 12 persen. Begitu pula
dengan SBY dari 4,5 persen kini 1,6 persen. "Nama
lain belum ada yang cukup kompetitif. Ini top of mind,
dukungan solid yang agak sulit diubah," tambahnya.
Adapun tokoh lain yang belakangan
kerap diperbincangkan di antaranya
Jenderal Gatot Nurmantyo,
elektabilitasnya masih jauh di bawah
Jokowi dan Prabowo. Panglima
Tentara Nasional Indonesia ini hanya
mendapatkan 0,3 persen. Posisi ini
pun sama saat responden diberikan
pertanyaan semi terbuka. Jokowi
mendapatkan 45,6 persen dan
Prabowo 18,7 persen.
Poin kesimpulan baru pun muncul,
yakni Jika Jokowi ingin maju lagi,
kemungkinan besar ia akan
mendapatkan calon penantang kuat
yang baru selain Prabowo. Celah itu
terbuka menyusul turunnya
elektabilitas Prabowo di banyak
survei. Penantang itu bisa saja tokoh
yang belum muncul atau belum
diperhitungkan, karena masih ada
waktu buat menyiapkan diri,
setidaknya sepanjang tahun 2018
hingga awal 2019.
Adapun nama-nama di luar Jokowi
dan Prabowo dan yang sudah
disebutkan sebelumnya di antaranya Anies Basdewan,
Basuki Tjahaja Purnama, Jusuf Kalla, Hary
Tanoesudibjo, Ridwan Kamil, dan Sri Mulyani. Namun
nama-nama ini hanya mendapatkan kurang dari satu
persen.
Hanya saja memang, hadirnya tokoh penantang baru
tidak otomatis menggerus elektabilitas Jokowi. Yang
terjadi bahkan bisa sebaliknya, suara pesaing-pesaing
Jokowi akan terpecah jika di antara nama itu tak ada
penantang yang betul-betul kuat. Walaupun tetap
saja kedigdayaan Jokowi kelak amat tergantung pada
kinerja pemerintahannya di dua tahun tersisa.
Nah, bicara soal hasil survei CSIS September lalu, tiga
besar masalah yang dikeluhkan masyarakat rupanya
berkaitan dengan ekonomi, yakni tingginya harga
sembako (27,9 persen responden), minimnya
lapangan kerja (20 persen), dan tingginya angka
kemiskinan (14,1 persen). Isu urutan berikutnya pun
masih berkaitan dengan ekomomi dan kesejahteraan,
yakni biaya kesehatan (9,4 persen), ketimpangan
ekonomi (8,6 persen), dan layanan pendidikan (5,4
persen).
Dalam pengertian tersirat, bila Jokowi bisa mengatasi
berbagai isu yang masih mendapat penilaian negatif
tadi, maka ia berpeluang besar untuk menang kembali
pada Pemilu 2019. Sebaliknya, Jokowi akan kesulitan
memenangi Pemilu 2019 bila tak bisa membuat
perekonomian lebih baik antara lain dengan cara
memacu pertumbuhan ekonomi.
CSIS bahkan juga merilis tingkat kepuasan terhadap
Jokowi dari responden generasi milenial. Hasilnya,
70,8 gererasi milenial atau masyarakat usia 17-29
tahun, menyatakan puas terhadap kinerja Jokowi-JK
selama 3 tahun terakhir. Sisanya, 29 persen
menyatakan tidak puas.
Angka yang hampir sama juga diperoleh CSIS di
kalangan usia non-milenial atau usia 30 tahun ke atas.
Sebesar 70,2 persen warga non-milenial mengaku
puas dengan kinerja Jokowi-JK. Sisanya, 29,6 persen
menyatakan tidak puas.
"Tingkat kepuasan milenial dan non-milenial terhadap
kinerja pemerintahan relatif sama di angka 70%-an,"
ujar peneliti CSIS Arya Fernandes, Jumat, November
lalu.
Survei CSIS dilakukan pada periode 23-30 Agustus
2017 dengan mengambil 600 sampel. Mereka
menggunakan metode penarikan sampel multistage
random sampling dan margin error 4 persen. Adapun
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
tatap muka proporsional di 34 provinsi.
Adapun survei lain setidaknya memang masih
membuat posisi Jokowi hingga sekarang aman. Survei
Indikator Politik Indonesia, misalnya, yang
mengatakan 68,3 persen masyarakat puas dengan
kinerja Jokowi-JK. Angka ini didapatkan setelah
diadakan survei pada 17-24 September 2017.
Sebanyak 60,39 persen responden menyatakan cukup
puas, sementara 7,95 persen responden menyatakan
sangat puas.
"Kalau ditotal, 68,3 persen responden kita sangat
puas atau cukup puas dengan kinerja Jokowi-JK," kata
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia,
Burhanuddin Muhtadi, saat merilis hasil survei di
kantornya, Jakarta, Rabu Oktober lalu.
Sementara, responden yang menyatakan kurang puas
dengan kinerja Jokowi-JK sebesar 27,23 persen.
Adapun responden yang menyatakan tidak puas sama
sekali 2,26 persen. Artinya jika dijumlahkan, totalnya
29,5 persen responden.
Kepuasan masyarakat ini sejalan dengan keyakinan
bahwa Jokowi-JK bisa memimpin Indonesia menjadi
lebih baik pada tahun mendatang. Sebanyak 72,6
persen masyarakat yakin Jokowi-JK akan memimpin
Indonesia menjadi lebih baik. Hanya 22,6 persen yang
menjawab tidak yakin. Menurut Burhanuddin,
kepuasan dan keyakinan masyarakat ini didasari oleh
sejumlah hal.
Misalnya, membangun jalan umum (72 persen),
membuat layanan kesehatan terjangkau (65 persen),
membangun sarana transportasi umum (60 persen)
dan membangun jalan tol luar Jawa (56 persen).
Namun, kata survei ini, kepuasan masyarakat minim
di sejumlah bidang, seperti membuat harga
kebutuhan pokok terjangkau (34 persen), mengurangi
jumlah orang miskin (32 persen), menyediakan
lapangan kerja (30 persen), dan mengurangi
pengangguran (27 persen).
Survei ini sendiri menggunakan multistage random
sampling dengan 1.220 responden di seluruh wilayah
Indonesia, dengan margin of error sekitar 2,9 persen.
Sama halnya dengan Survei yang dilakukan Litbang
Kompas. Mayoritas masyarakat merasa puas dengan
kinerja pemerintahan Presiden Jokowi selama 3 tahun
terakhir. Hal ini mereka sampaikan pada setelah
dilakukan survei pada 26 September-8 Oktober 2017.
Kepuasan secara umum responden terhadap kinerja
pemerintahan Jokowi-JK selama tiga tahun terakhir
sebesar 70,8 persen. Hanya 29,2 persen responden
yang menyatakan tidak puas. Tingkat kepuasan
terhadap pemerintahan Jokowi-JK ini naik jika
dibandingkan dengan survei Litbang Kompas periode
April 2017. Saat itu, responden yang menyatakan
puas dengan kinerja pemerintah hanya 63,1 persen.
Dalam mengukur tingkat kepuasan ini, Litbang
Kompas menggunakan 24 indikator di 4 bidang, yakni
politik dan keamanan, penegakan hukum, ekonomi,
dan kesejahteraan sosial. Tingkat kepuasan responden
terhadap bidang politik dan keamanan paling tinggi,
yakni mencapai 76,4 persen. Di bidang kesejahteraan
sosial, 72,8 persen responden juga menyatakan puas.
Namun, dalam bidang penegakan hukum, responden
yang menyatakan puas menurun menjadi 61,0 persen.
Bidang ekonomi menjadi yang paling rendah, yakni
hanya 55,1 persen responden yang menyatakan puas.
Dari sisi wilayah, lebih banyak responden di luar pulau
Jawa yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi-
JK, yakni sebesar 75,2 persen. Responden di pulau
Jawa yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi-
JK hanya 67,4 persen.
Populasi survei ini adalah seluruh warga negara
Indonesia berusia minimal 17 tahun atau sudah
menikah. Metode pemilihan sampel acak bertahap
atau multistage random sampling. Jumlah sampel
yang diambil 1200 responden di 32 provinsi seluruh
Indonesia. Margin of error sebesar plus minus 2,83
persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa Presiden Jokowi
sepertinya kembali dinanti untuk menjadi presiden
pada periode 2019-2024. Survei Indo Barometer pun
yang baru saja merilis hasil surveinya di Jakarta,
Minggu (3/12) lalu mengatakan demikian.
Dalam survei tersebut, sebanyak 61,8 persen
responden menginginkan Jokowi kembali menjadi
presiden. "Mayoritas publik, 61,8 persen,
menginginkan Joko Widodo kembali menjadi Presiden
untuk periode 2019-2024," ucap Direktur Eksekutif
Indo Barometer Muhammad Qodari dalam
paparannya.
"Yang tidak menginginkan kembali 23,6 persen. Dan
yang tidak tahu atau tidak menjawab 14,7 persen,"
lanjut Qodari.
Sementara itu, elektabikitas Jokowi berada di angka
34,9 persen berdasarkan pertanyaan terbuka. Namun,
jika berdasarkan pertanyaan tertutup dan hanya
dibatasi 16 capres, elektabilitas Jokowi naik menjadi
41,8 persen. Kemudian jika diajukan pertanyaan
tertutup dan capres dibatasi enam nama, elektabilitas
Jokowi meningkat menjadi 44,9 persen.
Selain itu, Prabowo, menurut mereka, masih diprediksi
menjadi pesaing utama Jokowi pada Pemilu 2019.
Berdasarkan pertanyaan terbuka, elektabilitas
Prabowo berada di angka 12,1 persen. Jika didasarkan
pada pertanyaan tertutup dan jumlah capres dibatasi
16 capres, elektabilitas Prabowo naik menjadi 13,6
persen.
Survei Indo Barometer dilaksanakan pada 15-23
November 2017 di 34 provinsi di Indonesia. Jumlah
sampel sebanyak 1.200 responden dengan margin of
error sebesar 2,83 persen dengan tingkat kepercayaan
95 persen.
Sementara Lembaga survei Populi Center juga sudah
merilis hasil penilaian masyarakat atas tiga tahun
kinerja Presiden JokowiSurvei sendiri dilakukan pada
19-26 Oktober 2017 di 34 provinsi di Indonesia.
Jumlah sampel sebanyak 1.200 responden dan dipilih
secara acak (multistage random sampling). Mereka
mengklaim margin of error dalam survei sebesar
kurang lebih 2,8% dengan tingkat kepercayaan 95
persen.
"Kami mengambil tema Indonesia-sentris karena
melihat Pak Jokowi ingin pembangunan diratakan ke
seluruh Indonesia. Intinya bahwa ada konektivitas
antara Jawa dan luar Jawa atau seluruh bangsa
Indonesia ini," ujar Direktur Populi Center Usep S
Ahyar dalam rilis, November lalu.
Terkait pembangunan 'Indonesia-sentris' ini, katanya,
77,5% masyarakat setuju dengan kebijakan
pembangunan Jalan Tol Lintas Sumatera, 75,8%
masyarakat setuju dengan proyek Trans Papua, dan
73,6% masyarakat setuju dengan pembangunan rel
kereta di Sulawesi. Ketiga proyek ini merupakan
program kerja pemerintahan Jokowi-JK soal
pembangunan di luar Pulau Jawa.
Presiden Jokowi sendiri mengatakan pemerintahan
yang dijalankannya bersama Wapres JK tahun ini
dijalani dengan terus bekerja dalam mewujudkan visi
dan misi yang telah ditetapkan. Selama tiga tahun
pemerintahannya, Jokowi juga selalu melakukan
blusukan.
Tak hanya saat menjadi Presiden, Jokowi sudah
blusukan saat dia masih menjadi Wali Kota Solo dan
Gubernur DKI Jakarta. "Tiga tahun menjadi Presiden
Republik Indonesia adalah tiga tahun blusukan ke
seluruh penjuru negeri," kata Jokowi dalam akun
Facebook-nya pada Oktober silam.
Jokowi memiliki alasannya sendiri mengapa dia selalu
melakukan aktivitas blusukan. "Jika hanya duduk di
kantor, kita tidak akan pernah tahu masalah di
lapangan," tulisnya. Selama Jokowi menjadi Presiden,
setidaknya 117 kabupaten dan 47 kota di seluruh
Indonesia telah ia kunjungi. Dalam perjalanannya itu,
Jokowi tak hanya menemui para kepala daerah tapi
juga masyarakatnya sendiri.
Sumber: Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting
(SMRC), Survei Centre for Strategic and International Studies
(CSIS), Survei Indikator Politik Indonesia, Litbang Kompas, Survei
Indo Barometer dan Lembaga survei Populi Center
No comments:
Post a Comment