Neno Warisman yang Tak Tahu Malu
Gerakan Ganti Presiden memang tidak dilarang Bawaslu, karena tidak ada nama kandidat. Itu bukan curi start kampanye, katanya. Betul. Tapi justru kalau bukan kampanye, itu tindakan makar, menghasut orang banyak untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Ada banyak pasal untuk mengurung orang seperti Neno Warisman.
Atau bisa juga dituntut karena pasal berbeda. Menurut Muanas Al-aidid, provokasi Neno itu bisa dimasukkan sebagai Berita Bohong, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU No.1 Tahun 46 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Ancaman pidananya sampai 10 Tahun.
Berbicara mengenai Bawaslu ini memang rumit. Selain mengijinkan koruptor mencalonkan lagi, kasus uang sogok Sandiaga Uno yang berakhir dingin itu menjelaskan kualitasnya. Pendek kata, Bawaslu ini semacam pengangguran yang dibiayai Negara. Mereka tidak punya keberanian untuk menghadapi politikus besar. Ada sekadar sebagai pelengkap, agar pemilu disebut demokratis. Manfaatnya tidak jelas.
Namun penangkapan Neno itu tidak dilakukan, karena menimbang unsur politik. Nanti dikira aparat berpihak. Karena ini memang tahun politik. Maka yang bisa dilakukan aparat itu upaya defensif. Mengurangi risiko bentrok dengan massa.
Polisi itu setidaknya memiliki tiga aspek pertimbangan, yuridis, sosial, politik. Ironisnya, alasan itu justru dimanfaatkan para provokator untuk bebas berbuat semaunya. Neno, Rocky, Ratna, Mardani dan banyak lagi lainnya.
Khusus Neno Warisman, orang ini benar-benar tak tahu diri. Sudah ditolak berkali-kali, masih keras kepala juga. Sekarang dia malah menyalahkan polisi. Sahabat setianya, Fadli Zon, ikut memprovokasi, Kapolda Riau harus dicopot, katanya. Seolah-olah dia ini punya power, punya hak untuk mengatur. Padahal lihat tampangnya saja orang-orang muak. Namun di media ia berlagak sebagai orang penting.
Tanpa perlindungan aparat, bagaimana mana nasib Neno? Mana mungkin demi seorang provokator, aparat harus bentrok dengan massa sampai berdarah-darah. Maka mengevakuasi Neno adalah jalan paling aman. Kalau terjadi apa-apa, nanti aparat juga yang kena getahnya.
Persoalan penolakan itu harus dikembalikan pada biang masalah, pada Neno Warisman. Mestinya ia tahu diri, introspeksi diri. Kenapa dia ditolak? Karena dia jahat. Ini bukan pertama kali kehadiran Neno ditolak masyarakat. Karena masyarakat tak ingin diadu-domba. Mereka hanya ingin hidup damai. Neno itu kan sering jualan agama demi kepentingan politik. Itulah yang ditakutkan masyarakat setempat.
Para pendukung Neno tak kalah dungu. Mereka menyebut para pemrotes itu preman, dan mengatakan jumlah mereka hanya puluhan. Padahal jelas sekali massa penghadang Neno itu setidaknya ratusan. Mereka membakar ban, menaiki pagar, melempar botol. Aparat terpaksa mendesak mereka untuk bubar.
Dalam kondisi seperti itu, Neno masih menyalahkan aparat. Padahal semua itu terjadi disebabkan oleh dirinya. Orang ini benar-benar tak tahu malu. Tanpa aparat, habis dia diamuk massa.
Demokrasi tak berarti, orang bebas semaunya. Justru kalau mengacu pada asas demokrasi, kemauan orang banyak itulah hukum tertinggi. Neno dan kawan-kawannya ngomong berbusa soal demokrasi, kebebasan berpendapat, hak warga negara. Mereka lupa bahwa, suara mereka itu masing-masing hanya dihitung satu, kebebasan itu ada batasnya, hak satu orang tak boleh menindas hak yang lain.
Orang-orang Riau sebagian besar jelas menolak kehadiran Neno memprovokasi mereka. Sementara segelintir orang yang membela Neno di medsos, seolah-olah mewakili orang Riau seluruhnya. Padahal suara mereka juga tak seberapa. Bicara soal demokrasi, berarti membicarakan jumlah. Faktanya para demonstran itu ada banyak dan turun ke jalan.
Pelajaran malu ini penting agar orang-orang itu tahu diri. Tidak hanya Neno, tapi juga pendukungnya. Jangan hanya mengecam aparat dan masyarakat Riau yang menolaknya. Hak kalian sama dengan mereka. Jika ingin mendukung Neno, buat gerakan dukungan serupa. Turun ke jalan, bentangkan spanduk. Begitulah demokrasi bekerja.
Pemuja Neno malah blingsatan di medsos. Disuruh introspeksi diri malah ngamuk. Bagi penolaknya, Neno Warisman itu dianggap sampah. Kehadirannya adalah ancaman bagi warga Riau. Itu pendapat mereka. Dan mereka berhak punya penilaian demikian. Faktanya, memang isi ceramah Neno itu provokasi.
Menjaga kebersihan Riau dari kehadiran "sampah" tentu sangat baik dan perlu didukung. Ini kalau waras. Bukan malah mengamuk tak jelas, menyumpah-serapahi aparat. Kalau terjadi pertumpahan darah, kita semua yang rugi. Tugas aparat mencegah hal itu.
Mestinya kalau Neno tahu diri, punya malu, dia akan mengevaluasi diri, muhasabah. Berarti selama ini ada yang salah dengan dirinya, ini teguran halus dari Tuhan. Berhentilah mengadu domba dan memfitnah. Jangan sampai azab datang karena ulahnya.
https://www.facebook.com/abarus
No comments:
Post a Comment