Latest News

Wednesday, 12 September 2018

Manifesto Fastabiqul Khoirot untuk Relawan Timses Jokowi se-Nusantara



Manifesto Fastabiqul Khoirot untuk Relawan Timses Jokowi seNusantara

Sampai titik ini kita mestinya sudah tau, Prabowo itu pakai taktik sama persis dengan Donald bin Trump. Taktik Trump sudah banyak dikaji dalam diskursus politik praktis di mana-mana; bukan cuma di Amerika. Yaitu taktik propaganda baru yang sampai sekarang belum dikasih nama; saking aliennya. Ana kasih nama Propaganda Tebal Muka.

Sebenarnya bisa dirunut sanad taktik ini sampai ke Heinrich Himmler, yaitu Harmokonya Hitler; dengan fatwanya yang masyhur : "Kebohongan yang disampaikan terus-menerus, akan diterima sebagai kebenaran."
Tapi nyatanya tidak sesederhana itu. Trump tidak sekedar pakai taktik hipnotis ala Himmler. Yang diamalkannya lebih mirip dengan gaya Vladimir Putin di Rusia. Yaitu menampilkan karakter pembohong justru sebagai tanda kekuatan. Kasarnya, "Ya gua bohong; trus lu mau apa?"
Putin berhasil membuktikan, ternyata gaya seperti itu laku keras diantara Bani Rusiyyin. Di mata umat yang cuma peduli dengan kekuatan, persetan dengan kebenaran, ternyata tampil sebagai antagonis justru nilai tambah.

Masalahnya, ini kan bani komunis. Memang sifatnya begitu. Bagaimana kalau diamalkan di Amerika, musuh sejati komunisme; apa berhasil? Trump membuktikan, ternyata sukses besar. Dia tidak perlu punya visi apa-apa, tidak perlu punya program, bahkan tidak perlu pintar. Setengah pintar pun tidak perlu. Justru sebaliknya : saat lawan tampil rasional dan waras, dia justru tinggal pasang tampang bloon dan ngomong sembarangan; sejauh mungkin menjauhi akal sehat; segoblok-gobloknya.
Di mata bani republikan poros kanan, ini justru pemandangan yang memukau.
Logikanya begini : sudah keluar modal banyak buat nyapres, kok gayanya asal bunyi begitu, pamer kegoblokan begitu, kok tidak takut kalah? Wah berarti orang ini kuat sekali. Dialah Sang Ratu Adil Satria Piningit yang kita tunggu-tunggu selama ini !
Maka bani republikan pada bersatu, berikrar dalam senyap, tabah dibuli di medsos, memilih dalam diam, dan menang.

Dari sini kita bisa selipkan satu kesimpulan sekunder : bani republikan yang kapitalis itu ternyata kok sama selera dengan bani komunis Rusia. Ekstrim kanan ternyata sama selera dengan ekstrim kiri. Sama-sama ekstrim ternyata memang sama gobloknya.

.
Kembali ke Asus ROG G55VW Intel Core i7 RAM 8 GB nVidia GTX 660.

Salah satu faktor dominan yang bikin Trump menang, selain taktik propaganda tebal muka itu, adalah aksi golput pemilih kulit hitam Amerika. Sebab calonnya cuma dua, dua-duanya bule.
Apa yang dibilang Trump setelah menang? "Terima kasih ya warga kulit hitam, berkat you golput akhirnya saya menang."

Itu baru awalnya. Makin kemari Trump makin menjauh dari waras. Tidak perlu berpanjang-panjang ana ulas contoh-contoh konkritnya; ente gugling saja. Apa yang terjadi? Pendukungnya justru makin menguat imannya kepada sang imam.
Sama seperti di sini, kegoblokan mereka itu juga menuai ejekan, cemoohan, bulian dari seantero negeri; bahkan seantero bumi.

Pertanyaannya sekarang, apakah dengan ditertawakan rame-rame itu mereka jadi bertaubat?
Nyatanya tidak. Justru mereka makin haqqul yakin dengan kegilaannya.

Trump, seperti kerap ditiru Prabowo, sering mengajak pendukungnya meninggalkan media mainstream. Semua media besar disebutnya fake news. Semua bohong, katanya. "Hanya kami yang benar."
Tidak perlu bukti, tidak perlu nalar, tidak perlu waras. Cukup ngomong saja.

Fenomena Trump dan pendukungnya itu berbanding lurus dengan fenomena Anies Baswedan di DKI. Prabowo sedang mengamati sambil jalan, dan makin kemari ia makin yakin bahwa taktik ini layak dibawa terus ke level nasional. Percobaan pertama boleh gagal, tapi percobaan kedua nanti, dengan disertai studi banding Anies di DKI, sangat layak diperhitungkan kansnya.

.
Di sinilah perlunya pergantian taktik kita. Seperti judul manifesto ini. Fastabiqul Khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan.

Konkritnya, ana mengajak segenap relawan berhenti mengikuti alur kampanye lawan. Jangan ladeni lagi pancingan-pancingan duo badut itu. Biar mereka jumpalitan bikin kegoblokan satu ke kegoblokan selanjutnya, kita mesti belajar puasa bereaksi.
Kenapa? Karena semakin mereka digoblok-goblokkan, justru umatnya semakin yakin bahwa mereka orang benar.

Maka pergantian taktik kita, kita harus mulai merangkul umat pemuja Prabowo ini. Kita tidak usah lagi berusaha menunjukkan betapa benar Jokowi dengan segala kerjanya. Kerja Jokowi itu bukan untuk dipuji; melainkan untuk dinikmati, oleh semua - baik pendukung maupun penentangnya. Itulah definisi "adil".

Jangan disebut-sebut terus. Anteng saja, biarkan mereka makan dalam diam. Biarkan mereka pakai jalan tol dalam diam. Biarkan mereka dengar sendiri kabar dari kerabatnya di kampung; bahwa sekolah-sekolah yang hampir ambruk itu sudah dibangun. Jangan dengarnya dari kamu; nanti tersinggung. Nanti marah. Kalau marah, gelap mata. Tidak bisa melihat kebenaran.

Kurangi mengabarkan amalannya Jokowi, dan mulailah kamu beramal sendiri. Mereka tidak perlu dikasih tau bahwa Jokowi itu benar. Cukup kamu saja yang jadi orang benar. Kalau ada apa saja yang tidak beres di sekitarmu, kamu yang bereskan. Kalau tidak bisa bereskan, laporkan. Lalu kawal. Jangan cuma share. Tunjukkan bahwa kamu orang benar, dan cukup mereka tau siapa yang kamu pilih. Itu saja.

Ana dulu waktu 2014 juga ternyata lebih berhasil memprospek swing voters dengan cara begini. Semua mantan Prabower yang berhasil ana alihkan, semua dengan washilah amalan darat. Dengan contoh nyata, bukan retorika.
Retorika di medsos, bukan tidak berguna. Ada manfaatnya; tapi cuma untuk pengguna internet saja. Segala propaganda fitnah hoax pembodohan itu memang harus terus ditentang di medsos; tapi kamu harus tau, amalan itu sedikit sekali faedahnya dalam dakwah pemprospekan swing voters. Yang paling berhasil itu fastabiqul khoirot, di darat.

Maka demikian. Kurangi ejek-ejekan, perbanyak kebaikan.
Laksanakan.
Fritz Haryadi

No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post