Ilustrasi
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat. Dolar AS semakin jauh dari level Rp 14.500 dan bisa saja terdorong ke kisaran Rp 14.300.
Pada Rabu (19/12/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.430 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,45% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Penguatan ini sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Tanda-tanda apresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF).
Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin galak. Pada pukul 08:04 WIB, US$ 1 sudah setara dengan Rp 14.410 di mana rupiah menguat 0,59%.
Rupiah berhasil ditutup menguat terhadap dolar AS di perdagangan pasar spot dalam 2 hari terakhir. Jika penguatan pagi ini bertahan sampai penutupan pasar, maka rupiah akan menguat selama 3 hari beruntun.
Seperti rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga mampu menguat di hadapan greenback. Namun penguatan 0,59% berhasil membawa rupiah menjadi yang terbaik. Dalam hal penguatan terhadap dolar AS, tidak ada yang lebih baik dari rupiah di Asia.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:07 WIB:
Dolar AS Sedang Sepi Peminat
Rupiah dkk di Asia mampu memanfaatkan dolar AS yang memang sedang tertekan secara global. Pada pukul 08:09 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,21%. Seperti kemarin, investor masih menantikan rapat The Federal Reserve/The Fed yang semakin dekat. Akan tetapi, sepertinya semakin dekat ke pelaksanaan rapat yang ada malah kemungkinan kenaikan suku bunga jadi semakin tipis.
Mengutip CME Fedwatch, kini probabilitas Jerome 'Jay' Powell dan sejawat menaikkan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2,25-2,5% adalah 68,9%. Kemarin, posisinya masih di 72,3% dan sepekan lalu ada di 75,8%.
Proyeksi perlambatan ekonomi AS dan dunia membuat pelaku pasar mulai mengubah taruhannya. Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7%, dan tahun depan melambat menjadi 3,5%.
Sedangkan ekonomi AS tahun ini diramal tumbuh 2,9% sebelum melambat ke 2,7% tahun depan. Kemudian pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada 2018 diperkirakan sebesar 1,9% dan melambat ke 1,8% pada 2019.
Lalu ekonomi China tahun ini diproyeksikan tumbuh 6,6% sebelum melambat ke 6,3% tahun depan. Sementara ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan stagnan, sama dengan tahun ini yaitu tumbuh 5,2%.
Oleh karena itu, kemungkinan The Fed menahan suku bunga kini menjadi semakin besar. Ada peluang The Fed sudah mulai dovish pada bulan ini, lebih awal dari perkiraan sebelumnya yaitu tahun depan. Dampaknya, dolar AS masih akan dijauhi oleh pelaku pasar.
Apalagi dolar AS juga kehilangan kemolekannya karena imbal hasil (yield) obligasi AS yang semakin menurun. Pada pukul 08:11 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun 1,3 bps.
Yield di pasar sekunder akan menjadi patokan dalam penentuan kupon di lelang pasar perdana. Ketika yield turun, maka kupon tentu menjadi rendah dan kurang menarik. Pasar obligasi AS yang kurang atraktif ini membuat permintaan terhadap greenback ikut turun sehingga nilainya melemah.
Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatat penguatan. Jika rupiah kembali ditutup menguat hari ini, maka akan menjadi apresiasi selama 3 hari beruntun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
https://www.cnbcindonesia.com/market/20181219081142-17-47026/masih-pagi-rupiah-sudah-nomor-1-di-asia/2
No comments:
Post a Comment